Saya mendapati diri saya terbentur dengan kalimat hirarki.
-
Di kala kuliah dulu, ada mata kuliah "Pengantar Arsitektur". Kami diajar oleh salah satu arsitek yang tidak hanya vokal lewat karya-karyanya. Tetapi juga vokal dalam mengajar calon-calon penerus, yang jujur sangat sulit dilakukan oleh kebanyakan arsitek. Jangan salah persepi dulu - itu bukan karena mereka malas atau pelit membagi ilmunya. Hanya saja waktu yang terasa sempit untuk benar-benar menyiapkan materi secara rutin. Anyway, kembali ke masalah sebenarnya. Sang arsitek ini mengajarkan kami tentang apa yang namanya hirarki dalam sebuah ruangan. Contohnya hirarki dalam rumah, dimana tamu tidak langsung masuk ke kamar pribadi. Ada pagar - teras - ruang terima tamu - ruang keluarga atau ruang makan yang harus dilewati dan dikenali. Paling keras hirarki terasa dalam bangunan-bangunan reliji. Gereja contoh umumnya. Atau mesjid, dimana hirarki perempuan dan pria sangat kentara. Konsep ini tentunya tidak saja berlaku pada konsep ruangan dan space. Tidak usah dulu dengan ruangan, konsep hirarki itu juga termasuk hal penting dalam manual hidup. Hirarki, ditambah dengan budaya timur yang sangat menjunjung tinggi kehormatan terhadap leluhur membuat pada umumnya orang timur lebih mudah beradaptasi dengan konsep hirarki. Sedikit berbeda dengan budaya barat, yang bisa dimodifikasi sesuai keinginan hati sendiri, tak peduli apa kata dunia.
-
Sigh...terbenturnya saya dengan kata hirarki adalah dimulai saat saya menyadari tingkat keterbukaan saya pada suatu hal. Entah mungkin pengaruh kuliah yang saya jujur sempat mengalami cuci otak, sehingga ibarat mendapat energizer baru dalam otak saya. Yah bagaimana tidak, terbiasa untuk selalu terbuka dengan segala macam kemungkinan, membuat saya mempunyai keinginan untuk memodifikasi hirarki sesuai dengan keinginan saya. Dan terbiasa berpola pikir sebagai "designer" - kecenderungan mempunyai "God-complexes". Yang bisa mungkin mengoyak hirarki dan membuat design hirarki baru ala Gehry. Yang jujur, it doesn't go to everyone. Coba saja lihat karya Pak Gehry. Tidak sedikit juga yang mencaci maki, dan membenci cara ia mengoyak prinsip arsitektur yang biasanya dan keluar dari jalur kanan. Yang jadi pertanyaan, sanggupkah saya dilempar batu untuk hirarki menurut teori saya itu. Nah disinilah benturan itu. Karena cemennya saya, saya masih penganut konsep old-school.
-
Kalau kata teman saya, saya harus bisa mendapatkan "design" baru yang bisa mengakali semua kesulitan saya. Ditantang untuk "walk the talk" membuat saya berpikir keras bagaimana caranya supaya keluar dari penjara yang saya buat sendiri itu. Dan menciptakan hirarki yang baru. Yang bisa diterima oleh semua pihak. Entah jalur kanan. Atau kiri.
-
Sigh...saya memang aneh. Terlalu banyak berteori dan beranalisa. Untuk mendapatkan kesimpulan yang sama dengan yang lain. Yang adalah masih cemen untuk berani unjuk gigi. Demi konsep old-school saya. Yaitu menyenangkan hati semua orang. Mau kapan saya maju kalau begini terus ya?
-
© frettyaulia, 13.05.2008
0 c o m m e n t s:
Post a Comment