June 18, 2008

standing applause - it's not us?

Selasa kemarin, saya; pacar dan salah satu temannya menyempatkan diri untuk mengedukasi diri menikmati pertunjukkan Sirkus Kontemporer yang diadakan CCF di Graha Bakti Budaya, TIM. Sirkus ini merupakan perpaduan duet pemain akrobat pada tiang dengan seorang musisi. Tiket seharga Rp 50,000 ini sungguh cukup sebanding dengan satu jam yang saya dapatkan. Karena menurut saya pribadi, pertunjukan ini benar-benar memberikan sedikit kejutan. Walau jujur, sebelum acara dimulai ada sedikit sentilan pribadi yang mengakibatkan saya sempat menjadi malas untuk menikmati acara. Tetapi permainan cahaya, musik, dan akrobatisme telah membuai saya sehingga lupa dengan sentilan itu. Bagi saya dalam pertunjukan ini terjadi pengolahan ruang-waktu, ruang maya-ruang nyata, vertikal-horizontal, visual-audio digarap dengan sebegitu sederhana namun menakjubkan. Selama satu jam itu, jujur rasanya saya menahan nafas dan sakit perut yang menggeliat. Bukan apa-apa, saya MINDER berat melihat kekreatifan kedua seniman ini. Dan kesederhanaan yang ditampilkan. Buat saya, membuat karya yang sederhana itu jauh lebih rumit daripada membuat karya yang rumit. Ada tingkat kesulitan yang besar untuk bisa menghadirkan sebuah kesederhanaan bagi semua penikmat dengan berbagai macam latar belakang. Dan kedua seniman ini juga berhasil memadukannya dalam garapan yang apik. Mungkin bisa saya tambahkan juga komplimen kepada sang seniman dibalik permainan cahaya yang begitu dramatis dan artistik. Wah intinya, saya benar-benar menikmati satu jam itu. Hanya saja, ketika acara selesai, tak satupun manusia bersedia memberikan standing applause kepada mereka. Saya sempat berbisik ke telinga pacar saya "eng kok ga ada yang berdiri ya?" Dan beliau membalas "iya kayaknya mereka nungguin itu tuh". Dia pun menambahkan "tapi itu bukan budaya kita". Lucu kalau diingat, karena acara juga dihadiri manusia-manusia lidah Perancis yang pastinya mengenal budaya standing applause. Jadi sepertinya pertunjukan itu tidak berkelas A+ untuk mendapatkan standing applause. Sehingga mungkin rasanya saya yang musti diedukasi lebih, untuk tidak terlalu katro dalam menilai. Hehe...

©frettyaulia, 18.06.2008

3 c o m m e n t s:

Anonymous said...

hmmm emang iya ya? budaya kita ngga gitu... ngga tau juga sih... I wasnt there, so couldnt feel the crowd.. as for me, I am a spontaneous person.. klo emang menurut gw bagus, ya gw kasih standing applause lah...
eh,tapi mungkin ngga...emang ada semacam ground rules..ngga boleh standing applause kekkekekek.... seperti klo di gereja gw, ada tuh pastur yang ngga bolehin kita tepuk tangan klo ada orang yang nyanyinya bagus...kata pastur itu ngga sopan... padahal menurut gw, kenapa engga? it's a part from our appreciation to others...even at church...why should we pretend about it? kan cuma tepuk tangan...bukan sorak sorai brutal huheheh...

Anonymous said...

berdiri aja sendiri, tar orang2 ngikutin deh. budaya kita kan begitu ya, kayak bebek, ngikut mulu!

cheapdrunk said...

wah sayangnya mba, saya doang berdiri, ga ada yang ngikutin! hahaha saya yang katro kayaknya! :D