November 30, 2008

4 Bulan, 3 Minggu dan 2 Hari

Waduh sudah lama tidak online, banyak tertinggal berita. Lagi sakit perut (buang air besar yang isinya air :P) tidak bisa tidur dan selesai menyikat kamar mandi dengan Porstex yang btw bikin kulit tangan hancur kekeringan.

Plus hujan.

Pikiran jadi pergi kemana-mana.

Tadi siang, saya sempat menonton film yang SANGAT menyentuh relung-relung hati saya sebagai perempuan. Film ini setahu saya sempat masuk nominasi Oscar untuk Film Asing Terbaik. Saya termasuk peminat Film Asing (ketimbang film mayoritas Hollywood) sehingga ketika saya bertemu dengan DVD bajakan maknyus ini di Ambas, saya gak pakai mikir lagi soal suara dan kualitas DVD yang rada gelap.

4 Months, 3 Weeks, and 2 Days atau yang dalam judul aslinya 4 luni, 3 saptamâni si 2 zile adalah film produksi tahun 2007 dari Romania (walau direleasenya dari Italia). Ceritanya tentang seorang wanita (in her 20s) yang membantu temannya yang ingin melakukan aborsi ilegal. Temannya ini, yang masih berkuliah dan tinggal di hostel bersamanya, sudah hamil selama kurang lebih 4 bulan, 3 minggu dan 2 hari. Film ini sangat realistik (bener-bener gak pake soundtrack lagu-laguan) yang membuat saya sepanjang film tertegun setengah mati. Terutama pada sebuah adegan yang memperlihatkan fetus yang mati diatas sebuah handuk putih di kamar mandi hotel dimana mereka melakukan aborsi itu. GILA! Saya tahu setahu-tahunya kalau fetus yang seusia 4 bulan sudah mempunyai kepala, tangan bahkan kuku. Tapi saya tidak pernah membayangkan untuk melihat secara jelas dan nyata fetus yang mati dari sebuah film rekaan.
Adegan itu membuat saya berpikir sampai di titik mana sebenarnya aborsi bisa dikatakan legal atau ilegal. Menurut saya pribadi, bila seseorang hamil karena hubungan seksual yang tidak diinginkan seperti diperkosa atau dianiaya, ia berhak untuk mengambil keputusan untuk mengaborsi. Saya berani bilang seperti itu karena bagi saya wanita yang hamil sangat berhak memutuskan apa yang terbaik bagi dirinya. Menjadi hamil itu adalah keputusan besar. Bagaimanapun kondisinya bagaimana seorang wanita itu bisa hamil, ia berhak mengambil keputusan apapun karena ia membawa nyawa orang lain bersamanya.

Namun bagi saya itu seakan sebuah justifikasi atas keinginan aborsi itu. Artinya apakah karena diperkosa, sehingga wanita yang hamil bisa mengaborsi? Saya percaya Tuhan -- walau saya belakangan ini jarang berdoa khusuk. Adalah sebuah pembunuhan untuk memutus tali hidup seorang janin yang tidak berdosa, dan yang tidak pernah meminta untuk dilahirkan ke dunia. Saya percaya hanya Tuhan yang bisa memutus tali kehidupan seseorang. Jadi apakah dosa bagi seorang wanita hamil teraniaya mengambil keputusan untuk mengaborsi janinnya? Sungguh saya tidak tahu.

Sigh. Menurut anda bagaimana?

September 4, 2008

Bingung

Pagi ini, hari Kamis tanggal 4 September 2008, saya menerima e-mail yang cukup membuat saya kaget. Dengan kondisi ruang lingkup pekerjaan di kantor saya yang sudah saya tidak pedulikan lagi, karena saya sedang menghitung hari menuju 16 September 2008 - hari terakhir saya di kantor ini, saya segera menelpon pacar tentang keberadaan e-mail itu. Karena hanya pendapat dia yang saya butuhkan detik itu juga.

Terdengarlah nada sambung di telpon. Saya tahu dia kemungkinan besar masih mengantuk dan masih sedikit terbuai dengan kasur yang nyaman dan AC yang dingin. Karena baru beberapa menit yang lalu saya menelpon dia untuk membangunkan dia dari tidurnya. Ketika terdengar suaranya yang sedikit lemas, saya tidak bisa menutup rasa deg-degan saya.

"Dom, udah bangun - hallo dom?"
"Hallo, hallo?"


Sempat kacau sinyal telepon kami berdua. Entah mungkin memang harus begitu - Tuhan ingin sedikit mendramatisir keadaan. Beberapa detik kemudian, pacar saya menelpon saya segera. Dan saya langsung memberi kabar yang bisa terbaik untuk karir saya.

"Dom, gue dulu sempet kirim CV ke lowongan kerja di Brunei jadi arsitek. Mereka sepertinya tertarik dan setuju dengan gaji yang gue mau. Itu belum termasuk biaya tinggal dan sebagainya yang mereka akan akomodir. Mau baca e-mail dari mereka gak?"
"Ah buat apa, itu kan e-mail buat elo. Ambilah sayang. Pergilah..pergilah.."
"Ah aku belum tau, ini besar. Masih bingung.."
"Pergilah sayang, tawaran yang bagus kok"

Kurang lebih seperti itu pembicaraan kami berdua. Jujur saya berat untuk mengambil pekerjaan itu kalau resikonya adalah pacar saya. Saya ingin menikah dengannya. Itu bukan rahasia lagi. Tetapi pekerjaan ini bisa menjadi batu loncatan yang sangat tinggi. Ah..saya bingung.

© frettyaulia, 04.09.08

August 26, 2008

Trauma

Belakangan ini, saya dan Jerry (salah satu teman dekat saya), sering membicarakan sesuatu yang berhubungan dengan trauma. Jelasnya itu terjadi karena Jerry akhir-akhir ini merasakan kembali trauma yang ia rasakan dahulu dengan pasangannya.

Iseng-iseng untuk mengedukasi diri, saya meng-google kata "trauma". Dan membawa saya kehalaman Wikipedia. Ternyata ada beberapa jenis atau tipe trauma. Dan yang mau saya bagi informasinya adalah trauma yang berkaitan dengan jiwa alias trauma psikologis. Dibawah ini, adalah sedikit penjelasan apa itu trauma dari Wikipedia, yang saya terjemahkan langsung kedalam bahasa Indonesia. Mohon dimaafken bila saya hanya mampu menterjemahkan beberapa bagian saja -- karena terlalu dalam membaca apa itu trauma membuat saya jadi pening. (Akibat pengen tahu jadinya repot sendiri!) Hehehe..sekali sekali pengen post blog yang edukatif dan mungkin ini saatnya. Mari silahkan dibaca.

Trauma psikologis adalah sebuah jenis "luka" jiwa yang muncul sebagai sebuah hasil (akibat) dari sebuah kejadian yang traumatis. Kejadian traumatis berhubungan dengan sebuah pengalaman tunggal, atau pengalaman yang berulang-ulang (repetitif), yang dengan sepenuhnya mengganggu kemampuan individu untuk mengatasi atau mengintegrasikan ide-ide dan emosi yang berkaitan dengan pengalaman itu. Sensasi yang membanjiri individu tersebut dapat tertunda selama berminggu-minggu atau bertahun-tahun, bersamaan dengan usaha individu tersebut untuk berjuang mengatasi bahaya yang segera datang.

Setiap individu akan mempunyai reaksi yang berbeda-beda terhadap kejadian yang sama. Si A mungkin dapat mengalami sensasi yang luar biasa sementara si B tidak merasakan apa-apa sebagai hasil dari kejadian yang sama. Dengan kata lain, tidak semua individu akan mengalami trauma sebagai akibat dari sebuah kejadian yang berpotensial trauma.

Mereka yang mengalami pengalaman atau kejadian traumatis sering mempunyai beberapa gejala-gejala dan masalah setelah pengalaman tersebut. Seberapa fatalnya gejala-gejala tersebut tergantung kepada masing-masing individu, jenis trauma yang berkaitan dan dukungan emosional yang mereka dapatkan dari lingkungan sekitar.

Setelah pengalaman traumatis, seseorang dapat mengalami kembali trauma secara mental dan fisik dengan apa yang disebut "trauma-reminder" atau pemicu-pemicu trauma. Ketika terpicu, mereka dapat berlari ke alkohol dan narkotika sebagai usaha untuk melarikan diri dari perasaan-perasaan traumatis tersebut. Mengalami kembali gejala-gejala ini adalah sebuah tanda bahwa secara keseluruhan (tubuh dan jiwa) secara aktif berjuang melawan pengalaman traumatis tersebut. Pemicu dan petunjuk berlaku sebagai sebuah pengingat trauma, dan dapat mengakibatkan anxiety dan emosi-emosi yang berkaitan dengan itu.

Seringnya, seseorang dapat sama sekali tidak menyadari apa bentuk pemicu itu. Dalam banyak kasus, ini dapat mengakibatkan seseorang menderita traumatic-disorder yang akan mengacaukan mekanisme seseorang dalam mengatasi masalah. Kecenderungan untuk membentuk sebuah mekanisme self-destructive sangat besar.

Akibatnya, emosi dan perasaan yang intense akan sering muncul, kadang dalam situasi yang tidak terduga, karena selalu merasakan bahaya selalu ada. Memori-memori "gelap" seperti pikiran-pikiran, flashback, dan imaji-imaji dapat menghantui dan mimpi buruk sering timbul. Insomnia dapat terjadi sebagai akibat rasa was-was yang menghantui seseorang akibat rasa takut dan tidak aman akan datangnya bahaya.

Dengan berjalannya waktu, seseorang akan mengalami keletihan emosi, yang menjurus ke distraksi dalam berpikir. Emotional detachment, atau disosiasi atau "numbing out" dapat sering terjadi. Pemisahan diri dari emosi yang menyakitkan termasuk mati-rasa terhadap semua emosi. Seseorang kemudian akan terlihat datar secara emosional, dan menjauh. Seseorang dapat merasakan kebingunan dalam situasi sederhana.

Beberapa individu akan merasakan kerusakan secara permanen karena gejala-gejala trauma yang tidak dapat lepas, dan mereka tidak percaya bahwa situasi akan membaik. Ini akan membawa mereka ke keputusasaan, kehilangan rasa percaya diri, dan depresi yang akan sering terjadi. Jika aspek-aspek penting dalam diri dan dunia seseorang telah dilanggar, seseorang akan mempertanyakan identitas mereka sendiri.

Menterjemahkan ini membuat saya bertanya, lalu bagaimana membuat luka jiwa ini bisa sembuh? Mungkin banyak jawaban yang bisa diberikan. Dan mungkin - mungkin jatuhnya bisa sangat klise. Tapi disaat yang krusial seperti ini, saya meng-google masukan yang lain mengenai trauma. Dan ini yang saya dapatkan.

Sepanjang hidupnya Musa mengalami banyak trauma. Sebagai seorang bayi ia sudah menanggung trauma bangsanya. Ia disembunyikan di semak-semak tepi sungai sebab semua bayi bangsa Israel akan dibunuh. Kemudian jati dirinya disembunyikan dengan cara berwajah serta berjubah pangeran Mesir. Setelah itu ia kembali ke jati diri semula dan dengan begitu ia kembali ke trauma bangsanya. Itulah yang diperbuat Musa dengan segala traumanya. Ia tidak mempersalahkan diri maupun orang lain. Ia tidak menyesali diri. Ia tidak mengekalkan trauma namun juga tidak melupakannya. Yang diperbuat Musa adalah menempatkan traumanya dalam kerangka yang lebih luas, yaitu dalam kerangka trauma orang lain dan trauma umatnya. Ia ikut merasakan trauma umatnya. Lukanya bukan hanya luka seorang diri, melainkan luka bersama.

Memang kembali ke pendekatan masing-masing agama, dan ditambah dukungan emosional dan orang-orang terkasih bisa sangat besar akibatnya. Luka trauma memang susah sembuh, tapi bisa sembuh.

Semoga informasi ini bisa sedikit banyak membuka mata jiwa kita ya..
© frettyaulia, Aug 2008


July 25, 2008

Speaking of (my) Super Heroes

Because of my recent euphoria of The Dark Knight, I instantly have the fever of wanting to write my views about Super Heroes. Of course that is the super heroes that I am familiar with. Which is not much.

I am going to narrow my entry only for American Super heroes. And by that I mean excluding the famous Goggle Five. Which was one of the greatest heroes for me. In fact I went to their show back in Jakarta when I was a kid. And I had a blast time. So anyway, let’s skip Goggle Five for now.

I am not a super hero comic fan per se; I never follow their growth by reading their story from the original comics. But I know by pieces about some of the greatest super heroes characters of all time. Dated a super heroes freak, I then found out that there are two greatest publishers of great super heroes comic books. There is DC who published Superman and Batman. And there is Marvel Comics who published Spiderman, Hulk and X-Men.

First my knowledge of super heroes was introduced by Superman. Who doesn't know him? We all were raised with the notion of Superman. Even long ago when I was a kid there was a chocolate bar (or what we called wafer) with Superman picture on it (I guess only children that were raised in the 70s or 80s that would likely to remember this bar!) I used to read a few Super heroes comics, but I can honestly say that I didn't find Superman as an interesting character for me. In my mind he is a wise guy. He can do no wrong doings. A perfect guy. Even if he does a mistake, people tend to forgive him. Why? Because after all he IS Superman. He has all the Super powers that anyone would want to. He can fly. He can see through massive walls. He can burn. He can freeze. He can lift immeasurable things. He is just damn perfect. Even if he is mad or upset of something, we would easily to understand that. We forgive him of the fact that he is a drifter from an outside planet, he doesn't have any family and friends, and he is a loner, a quiet guy. He pretends to be a Clark Kent to hide his natural soul as a Superman. He is in love with the perfect woman there is. And Lois Lane I think is the soul of Superman. And Clark Kent's love of his life. And that's it. Too white for my liking.

The second is Spiderman. Ah, back in the days I read quite of many Spiderman comics. Simply because I used to fall in love with this dude. Why? Because he is real. Skip the yada-yada spider contamination he had. Skip that. Focus when he used his super power to gain money. HAH! Realistic Parker! And again for what the money he needs? Just to impress a girl. HAH! Men - they would try everything to woo a girl that they like. Peter Parker is an everyday guy character that you could easily find in your high school, your work place, your book store, your neighborhood. He is a standard guy. A standard guy who wants everything - love, success and fame. Simple. And so real. So when he realized that he had the power that he could use for his benefits, he used it. He fed his ego first. Unlike Superman with his first instinct to save the human kind. No. Peter Parker or Spiderman just want to feed his ego first. By gaining money to support his aunt and uncle. To impress a girl that he likes. Somehow this side of Spiderman is the one that I think so interesting. Even after he eventually marries the girl of his life, everything doesn't go smooth. If you read the comic, you would likely to see MJ gets worry too much, and Peter really finds it hard to juggle between his night life as a Spiderman and day life as a photographer. For my taste he is it. He is honest and honesty is a very rare commodity these days.

Then is Hulk. Back when I was a kid, I used to watch the Series. I never like his figure per se - too big and fat. But his flaws were the ones that drag me in. Hulk or what we used to know as Dr. Bruce Banner is just a regular doctor. Who I think doesn't know how to manage his anger. Because if he can manage his anger, then anger wouldn't be his trigger for his transformation. That is oddly humane. And again the thing that would likely drawn me. I never read comic book about Hulk. But when it comes to motion picture, it hit me how Hulk really is one vulnerable man inside. He can't control his anger when he was Dr. Bruce Banner. Too many depressed angers.

At last my knowledge ends for now at the gate of Gotham City. Batman and his money. Couldn't be more attractive! He is dark, he is a player. Although deep beneath that thick skin lays an unbelievable delicate soul. He may be rough on the edges but he is way more than irresistible. I started my liking to Batman because of the TV series. Of course you all would know back in the times of Batman and Robin hit the TV screen. With that old school outfits. (God it felt like yesterday). I almost never skip an episode. I was a fan of Robin. But when Christian Bale made his way to be Batman, my love for Robin ended. I think the best Batman captured in Bale. Anyway, many of the people I know don't think Batman as a super hero because he wasn't gifted with the ability of super power. Like I said, he doesn't get contaminated or get nuclear injection or some sort of biological experiment that he later on have the conquest to fight the bad guys. But he owns the city. What more super power can you get in this harsh life? Let's be real, have you ever crossed path with a real man who gets contaminated and later on has super power? I mean in this world? You haven't right? Although I am not saying that people couldn't get super power from contamination. But it doesn't happen in any day sooner right? So voila, Batman is the super hero of this era for me. Fighting crime by "injecting" money to the scientist to make super equipments. Kind of like James Bond in a bold way.

In my super heroes education, villains of those super heroes are always the main attraction of the story. Oh my God I am in love with Lex Luthor. Odd to remember, I never have that sensation to a villain of Spiderman or Hulk or any other super heroes. With the exception of Joker of course. And Catwoman! (Talk about feminism!) Ah since this entry is not about villain, lets the raise this case some other time.

Speaking super heroes sometimes could make others think that you are still a kid. But frankly speaking we all are. As for me, speaking and even taking the time to google them and learn them could lead you to another whole dimension of inspirations. These fictions inspire me. In a sense that you would likely to think I am a cuckoo. But Superman taught me that even the best of people are allowed to make mistakes. Spiderman taught me that you have to be honest to your most loved one. Batman taught me that sometimes doing good doesn't mean the same for others. And Hulk, taught me that depressing angers could kill. Oh well, indeed after all I am a kid!
© frettyaulia, 25.07.08

July 7, 2008

tak bisa menulis dan cepat bosan membaca

Sepertinya saya selalu lebih condong mempunyai minat lebih besar terhadap gambar - imaji - lukisan - patung - film atau apa saja yang tidak melalui bentuk kata-kata tertulis. Minat sih ada (besar sekali) untuk menulis atau membaca. Tapi bosannya itu loh, lebih cepat datang daripada misal mengambil kamera dan mencari subjek atau bikin sketsa awut-awutan.

Ada beberapa waktu saya suka nongkrong di depan monitor komputer, menulis sekenanya. Gak penting juga sih, cuma lagi ingin saja. Itu juga tidak terhitung sebagai puisi, karena saya bukan puisiwati (inilah saya, punya kecenderungan menciptakan terminologi sendiri). Atau tiba-tiba menulis satu dua kalimat di buku coret-moret jurnal. Tapi ya segitu saja. Sekedar curhat.

Bulan lalu, saya tiba-tiba mengambil keputusan untuk "mendalami" hal perihal puisi. Itu juga bukan mendalami sih, lebih tepatnya mencemplungkan diri ke kolam besar penuh ikan-ikan yang rasanya menarik. Salah satu teman kantor saya mengenalkan saya ke salah satu oknum yang notabene aktif di perkancahan sastra Indonesia (bukan begitu mas Dedy?). Mas oknum ini bersama teman-temannya mengadakan apa yang dikenal Malam Reboan, malam sosialisasi (itu term saya loh) para puisiwan-puisiwati dan prosawan-prosawati. Suatu ketika, saya melihat status Yahoo Messenger Mas oknum berubah menjadi "berminat membaca puisi?" (atau semacam itulah, saya lupa!). Saya yang mudah penasaran (kecuali dengan hantu dan teman-temannya) langsung bertanya perihal statusnya itu. Pendeknya, tiba-tiba saya mendapati diri saya HARUS membaca puisi di Malam Reboan. Dan alangkah lebih baiknya bila itu puisi sendiri. Halah!

Jadilah saya membaca puisi, ciptaan sendiri, yang jujur katro dibanding semua pembaca puisi Malam Reboan kala itu. Dan itu membuat saya berpikir. Betapa sulitnya bagi saya untuk berbicara dalam bentuk tulisan ketimbang dalam bentuk gambar atau imaji. Apalagi puisi yang berbicara bagi semua orang. Sekelas C. Anwar (saya cuma tahu satu dua karya beliau, tapi siapa sih di Indonesia ini yang tidak tahu dia? Dan Krawang Bekasi-nya?)

Seseorang pernah berkata pada saya, menulislah untuk dan dari halayak banyak. Secara tersirat, ia menginginkan saya bisa menulis sesuatu yang bisa menjadi inspirasi banyak orang. Bukan sekedar numpang curhat. Yang saya akui dan rasai, semua tulisan penting-gak penting saya yang bertebaran di komputer rumah, flash disk, dan buku adalah cuma curhatan belaka. Terlalu "lokal" dan tidak bisa diserap semua orang.

Membaca juga begitu ceritanya. Hanya satu - dua buku yang membuat saya terpincut dan merasa harus menyelesaikannya. Dulu waktu masih sekolah, semua buku yang pernah saya baca rata-rata selalu sampai halaman terakhir. Mungkin karena masih dibangku sekolah, ingetnya ajaran guru dan dosen yang selalu bilang "baca dulu sampai habis, baru bicara!" Sayangnya kebiasaan itu menghilang karena tiba-tiba bisa bilang ke diri sendiri "hey I got the point already - now stop bored me!". Walau seringnya merasa berdosa karena ingat kata guru dan dosen dulu.

Masih ada banyak buku di kamar saya yang semuanya belum selesai dibaca. Belum lagi daftar buku yang saya ingin baca dan punyai. Wuih, kalau ingat itu, jadinya mau tidur saja. Atau lari ke kamera pinjeman untuk mencari subjek sendiri. Atau menonton film dan mereviewnya sendiri (lagi-lagi untuk diri sendiri, kapan bisa memberi inspirasinya kalau yang diberi makan cuma sendiri dan teman dekat?).

Intinya, saya merasa saya tidak bisa menulis. Dan cepat bosan membaca. Bagi saya ini tentu saja bukan perihal yang sehat. Karena untuk menjadi manusia yang bijak, kita harus bisa belajar dari banyak hal. Dan bisa menjadi inspirasi bagi yang lain, membuka gerbang ide untuk semua orang. Jadi alangkah lebih baik bila saya bisa melihat dunia ini dari 1000 sudut, termasuk sudut yang sulit dijangkau. Dan sudut yang sulit dijangkau bagi saya sekarang ini adalah menulis dan membaca. Menulis bukan atas dasar cuhatan belaka, dan membaca untuk mendidik diri sendiri. Hum...mari bantu didik saya!
© frettyaulia, 07.07.08

July 3, 2008

ada apa dengan Yudas?

Ini cuma sekedar pertanyaan semu belaka yang singgah sekian detik di kepala..uhm..semua orang tahu soal prinsip Ying dan Yang, hitam putih, kanan kiri. Jadi kepikiran soal Yudas Iskariot gara-gara melihat puisi teman. Kenapa ya Yudas sedemikian pengkhianatnya? Pernah terpikirkah kita kalau dia juga manusia? Pasti ada satu dan dua emosi yang putih, yang kanan, yang Ying dari dirinya kan..Kira-kira apa ya itu?

Hum jadi ingin meng-google beliau.
frettyaulia, 03.07.08

June 25, 2008

awalan panggilan "Bejo!"

Bejo. Itu panggilan yang telah menempel pada diri saya sejak saya berumur 13 tahun. Banyak sekali teman-teman saya yang selalu bertanya kenapa saya dipanggil Bejo. Karena untuk nama seindah Fretty Carolina Aulia, bisa pindah stir ke nama sesederhana seperti Bejo. Ibu saya selalu merasa keberatan kalau ada yang memanggil Bejo - atau ada yang menelpon ke rumah mencari Bejo. Lebih takjub lagi di usia saya yang setua ini, masih ada yang memanggil saya Bejo. Banyak yang mengira saya dipanggil Bejo karena saya suka bengong jorok. Yang akhir-akhir ini saya iyakan saja. Ada beberapa yang bilang Bejo artinya beruntung. Mungkin iya mungkin tidak. Tapi sesungguhnya si Bejo lahir bukan karena kedua alasan itu.

Saya tidak ingat persisnya kapan, tapi semua itu bermula ketika saya berteman dengan salah satu anak baru di SMP saya belajar. Imas, si anak baru, pindahan dari Semarang. Yang kebetulan rumahnya waktu itu berada di belakang rumah saya.

Saya selalu sulit untuk berteman. Tidak bisa dilabel sebagai seorang yang anti sosial karena saya juga punya beberapa teman dekat. Tapi dilabel sebagai seseorang yang "easy going" juga tidak cocok karena saya tidak semudah itu menghancurkan dinding pribadi saya. Lebih tepatnya mungkin saya cenderung "people pleaser" karena ada keinginan dalam diri yang ingin selalu bisa diterima semua pihak. Yang merupakan salah satu alasan si Bejo lahir ke dunia.

Imas, si anak baru adalah salah satu mahluk gaul di SMP saya kala itu. Entah bagaimana caranya, si anak baru ini bisa menguasai pergaulan seantero kelas 2 di SMP saya. Tidak ada yang kenal Imas, dan tidak ada yang Imas tidak kenal. Mungkin karena perawakannya yang lucu dan menyenangkan sehingga tak ada yang tidak suka Imas. Termasuk saya.

Sejak kelas 1, saya termasuk anak sekolah yang sedikit kutu buku. Saya bendahara kelas, saya rajin mengerjakan PR, tingkat bahasa Inggris saya waktu itu termasuk luar biasa sehingga guru bahasa Inggris saya kewalahan dengan jumlah kosa kata yang saya punyai cukup banyak untuk ukuran anak kelas 1 SMP. Intinya saya anak yang terlalu baik, pulang sekolah langsung pulang. Kerjakan PR dan pergi les Organ. Saya tak punya teman dekat yang bisa saya hubungi setiap waktu dikala saya sedang senang atau sedih. Saya punya teman, tapi hanya sekedar itu saja. Intinya terdapat keinginan dari diri saya untuk mempunyai teman dekat. Lalu tiba-tiba entah darimana Tuhan menjadikan Imas sebagai salah satu teman dekat saya.

Ternyata Imas yang gaul ini, adalah anak yang super pandai dan super briliant di sekolah saya waktu itu. Kecepatan dia mengerti pola alur soal matematika dan fisika cukup membuat semua orang minder. Dan bahasa Inggrisnya yang tidak bisa dibilang katro. Teori saya tentang anak gaul bukan anak pandai hancur seketika waktu itu. Dan terlebih hipotesa sementara saya soal anak gaul adalah anak yang sombong juga tidak bisa dibuktikan hasilnya. Mungkin Tuhan sedikit muak dengan tingkat keanalisaan saya itu, sehingga Ia memberi bukti bahwa ada ternyata manusia berkelas seperti Imas di dunia ini.

Suatu siang, di kelas olahraga ketika siswa-siswa laki-laki sibuk bermain basket; saya, Imas dan satu teman kami sedang berbincang-bincang. Teman kami ini mempunyai aksen Jawa yang sangat kental. Lalu saya bertanya "kenapa sih aksen elo ketara banget?". Ia menjawab "aku dulu pernah sekolah di Jawa". Dan ia menambahkan "dulu dipanggil Bejo gara-gara itu". Spontan saya menjawab "Bejo? lucu banget!". Imas terkejut dan berkata "Oke mulai sekarang elo gue panggil Bejo ya?". Saya tersenyum dan menjawab "OK!".

Lalu dalam waktu setengah hari, hampir seluruh kelas 2, memanggil saya Bejo. Dan dalam waktu satu bulan, saya menjadi mahluk gaul di SMP saya.

Imas tak lama tinggal di Jakarta. Karena setahun kemudian dia kembali pindah keluar kota bersamaan dengan ayahnya dipindahtugaskan. Saya merasa kehilangan salah satu teman dekat saya waktu itu. Saya merasa bersyukur bisa bertemu beliau, karena benar-benar nama Bejo itu selalu menghancurkan es di awal-awal perkenalan. Berkat Bejo, saya jadi mulai mudah bersosialisasi. Walau itu tidak berarti saya selalu sulit bersosialisai, tapi si Bejo memudahkan banyak jalan itu. Dan Bejo bahkan kadang menyelamatkan rasa tidak nyaman saya terhadap beberapa orang. Saya sudah lama tidak bertemu Imas, terakhir kami bertemu ketika saya berada di bangku SMA. Sudah banyak yang berubah dari diri saya waktu itu, dan banyak yang tidak berubah dari diri Imas. Sehingga pertemuan kita waktu itu sedikit kaku. Jujur saya sebenarnya saat itu merasa tersanjung karena Imas sebegitu ngototnya ingin bertemu saya (menurut pengakuan salah satu teman saya). Mungkin saya waktu itu merasa minder karena Imas telah menerbangkan sayap kepandaiannya itu. Dan saya (merasa) masih tersangkut dengan kemampuan saya yang begitu-begitu saja. Jika saya bertemu dia kembali, saya ingin mengucapkan banyak terima kasih. Dan betapa beruntungnya saya melahirkan si Bejo. I owe you big, Mas. (aduh saya jadi ingin menangis...)

© frettyaulia, 25.06.08

June 18, 2008

standing applause - it's not us?

Selasa kemarin, saya; pacar dan salah satu temannya menyempatkan diri untuk mengedukasi diri menikmati pertunjukkan Sirkus Kontemporer yang diadakan CCF di Graha Bakti Budaya, TIM. Sirkus ini merupakan perpaduan duet pemain akrobat pada tiang dengan seorang musisi. Tiket seharga Rp 50,000 ini sungguh cukup sebanding dengan satu jam yang saya dapatkan. Karena menurut saya pribadi, pertunjukan ini benar-benar memberikan sedikit kejutan. Walau jujur, sebelum acara dimulai ada sedikit sentilan pribadi yang mengakibatkan saya sempat menjadi malas untuk menikmati acara. Tetapi permainan cahaya, musik, dan akrobatisme telah membuai saya sehingga lupa dengan sentilan itu. Bagi saya dalam pertunjukan ini terjadi pengolahan ruang-waktu, ruang maya-ruang nyata, vertikal-horizontal, visual-audio digarap dengan sebegitu sederhana namun menakjubkan. Selama satu jam itu, jujur rasanya saya menahan nafas dan sakit perut yang menggeliat. Bukan apa-apa, saya MINDER berat melihat kekreatifan kedua seniman ini. Dan kesederhanaan yang ditampilkan. Buat saya, membuat karya yang sederhana itu jauh lebih rumit daripada membuat karya yang rumit. Ada tingkat kesulitan yang besar untuk bisa menghadirkan sebuah kesederhanaan bagi semua penikmat dengan berbagai macam latar belakang. Dan kedua seniman ini juga berhasil memadukannya dalam garapan yang apik. Mungkin bisa saya tambahkan juga komplimen kepada sang seniman dibalik permainan cahaya yang begitu dramatis dan artistik. Wah intinya, saya benar-benar menikmati satu jam itu. Hanya saja, ketika acara selesai, tak satupun manusia bersedia memberikan standing applause kepada mereka. Saya sempat berbisik ke telinga pacar saya "eng kok ga ada yang berdiri ya?" Dan beliau membalas "iya kayaknya mereka nungguin itu tuh". Dia pun menambahkan "tapi itu bukan budaya kita". Lucu kalau diingat, karena acara juga dihadiri manusia-manusia lidah Perancis yang pastinya mengenal budaya standing applause. Jadi sepertinya pertunjukan itu tidak berkelas A+ untuk mendapatkan standing applause. Sehingga mungkin rasanya saya yang musti diedukasi lebih, untuk tidak terlalu katro dalam menilai. Hehe...

©frettyaulia, 18.06.2008

June 12, 2008

quote of the day

"Mankind, probably the most mysterious species on our planet. A mystery of open questions. Who are we? Where do we come from? Where are we going? How do we know what we believe to know? Why do we believe anything at all? Innumerable questions looking for an answer, an answer which will raise the next question and the following answer will raise a following question and so on and so forth. But in the end, isn't it always the same question and always the same answer?"*
At the end, I might have questioned the same question and received answers the same answers.
*Lolarennt - Run Lola Run

May 14, 2008

setia

[Pagi hari sebelum berangkat ke kantor, ketika saya hendak mematikan laptop saya, saya menemukan tulisan saya di awal bulan lalu. Terenyuh, saya kemudian ingin membuatnya sebagai salah satu posting blog saya. So here it is.]

-

Rasanya selama sebulan ini, saya disibukan oleh kata “setia”. Setia yang tidak lekang oleh waktu, dan tak akan habis atau washed-off atau menghilang seperti gaung. Satu-satunya bukti kesetiaan yang mudah saya temui mungkin terletak pada anjing saya. Secapek apapun, semarah apapun, secuek apapun saya, si bulu-bulu putih itu akan datang menghampiri saya. Dan mengikuti kemanapun saya pergi – ke kamar tidur, ke ruang makan, bahkan ke kamar mandi. Pernah sekali, saya sedang tidak enak badan, dan lebih memilih berada di kamar tidur. Tiba-tiba saya ingin ke kamar mandi, waktu saya membuka pintu kamar saya, saya menemukan anjing saya yang sedang menunggu untuk dbukakan pintu. Saya hanya bisa tertawa kecil dan berkata “ya ampun, dari tadi disini nunggu dibuka?” Mungkin dengan tatapan matanya seakan dia menjawab iya. Ah…mungkin itu kesetiaan.

-
Contoh lainnya saya temui ketika saya menonton film Juno. Akhir-akhir ini film itu memberikan energi yang luar biasa untuk saya. Di film itu diceritakan tentang kehamilan yang tidak direncanakan oleh seorang remaja berumur 16 tahun. Ada banyak adegan yang membuat saya tersentuh dalam kemasan yang lucu dan menarik. Salah satunya ketika Juno harus memberitahu orang tuanya tentang kehamilannya. Menurut saya tidak semua orang tua akan bisa melegakan hatinya untuk mendengar anaknya yang baru berusia 16 tahun hamil diluar nikah. Dan terlebih lagi bisa dengan cepat mencerna berita tersebut dan memutuskan untuk mendukung anaknya. Mungkin ini kesetiaan. Yang melebur dalam apa yang dinamakan cinta. Sedalam itulah cinta orangtua Juno untuk bisa mengerti keadaan Juno dan tidak mempertanyakan atau mempersulit keadaan. Entah kenapa, bagi saya ini bentuk kesetiaan. Setia untuk terus mencintai, mendukung dalam segala keadaan. Pretty – ugly, sick – healthy, what you don’t have – what you have. Untuk mencintai seseorang untuk apapun dan siapapun dia. Itu, entah bagaimana, bagi saya adalah kesetiaan.

-
Setia bagi saya tidak hanya tidak berselingkuh, bermain perasaan dengan yang lain, berbagi ruang dengan pihak ketiga, atau berbohong dan menyembunyikan sesuatu. Karena itu saja masih bagian kecil dari apa yang namanya setia. Setia itu adalah rela mengorbankan rasa ego yang menumpuk didalam hati, didalam otak, dan mungkin tersembul dalam tiap kalimat sahabat-sahabat yang tidak bisa lagi bersikap objektif. Setia adalah ketika kita tidak lagi memperhitungkan perasaan kita, tapi perasaan orang lain yang penting bagi kita. Seperti kata salah satu teman baik saya; “when you love someone, you count his/her feelings more than yours” Setia menurut saya bisa digambarkan layaknya seorang ibu yang rela mati untuk anaknya.

-
Kasih itu setia. Seperti pesan sms yang saya kirim ke seseorang. Yang mungkin seharusnya saya revisi menjadi setia itu kasih.

-
©frettyaulia, 07.04.2008

May 13, 2008

hirarki

Saya mendapati diri saya terbentur dengan kalimat hirarki.
-
Di kala kuliah dulu, ada mata kuliah "Pengantar Arsitektur". Kami diajar oleh salah satu arsitek yang tidak hanya vokal lewat karya-karyanya. Tetapi juga vokal dalam mengajar calon-calon penerus, yang jujur sangat sulit dilakukan oleh kebanyakan arsitek. Jangan salah persepi dulu - itu bukan karena mereka malas atau pelit membagi ilmunya. Hanya saja waktu yang terasa sempit untuk benar-benar menyiapkan materi secara rutin. Anyway, kembali ke masalah sebenarnya. Sang arsitek ini mengajarkan kami tentang apa yang namanya hirarki dalam sebuah ruangan. Contohnya hirarki dalam rumah, dimana tamu tidak langsung masuk ke kamar pribadi. Ada pagar - teras - ruang terima tamu - ruang keluarga atau ruang makan yang harus dilewati dan dikenali. Paling keras hirarki terasa dalam bangunan-bangunan reliji. Gereja contoh umumnya. Atau mesjid, dimana hirarki perempuan dan pria sangat kentara. Konsep ini tentunya tidak saja berlaku pada konsep ruangan dan space. Tidak usah dulu dengan ruangan, konsep hirarki itu juga termasuk hal penting dalam manual hidup. Hirarki, ditambah dengan budaya timur yang sangat menjunjung tinggi kehormatan terhadap leluhur membuat pada umumnya orang timur lebih mudah beradaptasi dengan konsep hirarki. Sedikit berbeda dengan budaya barat, yang bisa dimodifikasi sesuai keinginan hati sendiri, tak peduli apa kata dunia.
-
Sigh...terbenturnya saya dengan kata hirarki adalah dimulai saat saya menyadari tingkat keterbukaan saya pada suatu hal. Entah mungkin pengaruh kuliah yang saya jujur sempat mengalami cuci otak, sehingga ibarat mendapat energizer baru dalam otak saya. Yah bagaimana tidak, terbiasa untuk selalu terbuka dengan segala macam kemungkinan, membuat saya mempunyai keinginan untuk memodifikasi hirarki sesuai dengan keinginan saya. Dan terbiasa berpola pikir sebagai "designer" - kecenderungan mempunyai "God-complexes". Yang bisa mungkin mengoyak hirarki dan membuat design hirarki baru ala Gehry. Yang jujur, it doesn't go to everyone. Coba saja lihat karya Pak Gehry. Tidak sedikit juga yang mencaci maki, dan membenci cara ia mengoyak prinsip arsitektur yang biasanya dan keluar dari jalur kanan. Yang jadi pertanyaan, sanggupkah saya dilempar batu untuk hirarki menurut teori saya itu. Nah disinilah benturan itu. Karena cemennya saya, saya masih penganut konsep old-school.
-
Kalau kata teman saya, saya harus bisa mendapatkan "design" baru yang bisa mengakali semua kesulitan saya. Ditantang untuk "walk the talk" membuat saya berpikir keras bagaimana caranya supaya keluar dari penjara yang saya buat sendiri itu. Dan menciptakan hirarki yang baru. Yang bisa diterima oleh semua pihak. Entah jalur kanan. Atau kiri.
-
Sigh...saya memang aneh. Terlalu banyak berteori dan beranalisa. Untuk mendapatkan kesimpulan yang sama dengan yang lain. Yang adalah masih cemen untuk berani unjuk gigi. Demi konsep old-school saya. Yaitu menyenangkan hati semua orang. Mau kapan saya maju kalau begini terus ya?
-
© frettyaulia, 13.05.2008

May 7, 2008

romansa, kemana perginya?

Kemarin, saya dan teman saya mengenang masa-masa PDKT di awal pacaran. Yang semua orang tahu, rasanya manis sekali. Ditengah-tengah mengenang masa-masa itu, saya mendapati saya kembali melihat "harta karun" saya yaitu karya seni ilustrasi-ilustrasi digital yang saya anggap sebagai sebuah inspirator itu. Dan inilah yang saya temukan ditengah-tengah perbincangan itu.
-

-

Entah kenapa melihat image itu, saya tiba-tiba ingin sekali dipeluk, disayang, dimanja dan di-menye-menye gak perlu. Layaknya pasangan bulan madu di atas gondola di Italia. Norak mungkin, cuma terkadang saya bertanya mengapa romansa itu menguap seiring berjalannya waktu. Apakah romansa kemudian menjadi sebuah akomodasi yang tidak terlalu penting dalam sebuah hubungan? Dan kita terjebak dengan realita hubungan. Sehingga tidak ada bumbu manis yang mengiringi realita itu.

-

Ah...

-

© frettyaulia, 07.05.2008

*image by www.nosurprises.it

May 5, 2008

stuck in the moment

aoirpcwperipcwa paoeurpncoerpiaw owieurncwoei oweiurncpowaeiur oweiurcoawero oweiurcnonapweor oweurncpwer oweiurcnpaower woeirncpwaeurnp weoircnpowaer owerucnpwaeurp pawoeircnwar pawoeircnawuier pwoeirncpawer pwoeircnpwau pweorncawinernp wpaerncpwaoierun pwerincwaier ioiuyroiwcaoiw iewyrciwaoeirycwe iewyrcbiowaeir iewuryicbwoaier iwerybciwaoeriw iweyrcboawiuryowa iweyrbcowieuryoiw iweurybcaowieury iwerycbowaiery iweyrbcwiauer iweurbycoawieuryoawi iwerybcaowieuryoaw iweyrbcoawieury wieryocawery iweyrbcawery iweyrbcaoweryo iweybcoawieroqworr irwrvbpwtpw iwercbawrpawer aoirpcwperipcwa paoeurpncoerpiaw owieurncwoei oweiurncpowaeiur oweiurcoawero oweiurcnonapweor oweurncpwer oweiurcnpaower woeirncpwaeurnp weoircnpowaer owerucnpwaeurp pawoeircnwar pawoeircnawuier pwoeirncpawer pwoeircnpwau pweorncawinernp wpaerncpwaoierun pwerincwaier ioiuyroiwcaoiw iewyrciwaoeirycwe iewyrcbiowaeir iewuryicbwoaier iwerybciwaoeriw iweyrcboawiuryowa iweyrbcowieuryoiw iweurybcaowieury iwerycbowaiery iweyrbcwiauer iweurbycoawieuryoawi iwerybcaowieuryoaw iweyrbcoawieury wieryocawery iweyrbcawery iweyrbcaoweryo iweybcoawieroqworr irwrvbpwtpw iwercbawrpawer mbrmwrlwhelhlkhflah woeirypnfcw prepwacpnrwpaercn pwaeourncpwrpanun rwapnercnpw aweournpcwap roaiwucprnau wperucpnwier awnepcruwaprupawor upwaoieurwicupr wiaeprcnp waoeiurcn pwairpowiaueproi ucwaierupcowiaurpowiefc wueoiufapcwerc awoeirucn pawoirpoicpriwap eriucnpaowieurpcowanper waeurncpwaoirpoawi rpowaieurcn poawienrcw rwoaierncp owaecrpworpw oarpoawicrpoawirpa wapeurncp waourcpowa nrpeoiucnpo awrpiawer erywercn wrawcrpwycr weprpcnwrpwcaerp weioarunpcpwaerc pawoeurcpnw pwaoieurncaweprcn pwaoeurcnpwaprc pwaoieurcnp aowieurcnpw pawoierncpwaoiurpc awoeruicn woerucnower woiercnowero woeiurncoweor owierncpaoweur pawoeiruncpwa owaiernco everyone seems to guess that i am made of steel. i can be at times. but generally when things get tougher, i am such a whinny baby who will spend way too much in my bedroom wasting my tears, all for the sake of lifting my heart. everyone knows by heart that it is tough, and hey shits will just come pouring down. it aint new about it. i gotta work on it. as much as i hate it, no one takes over my shits unless me and the magician Himself. so gotta keep swimming. where all secrets will reveal themselves. and vacuum all the dust of doubts. aoirpcwperipcwa paoeurpncoerpiaw owieurncwoei oweiurncpowaeiur oweiurcoawero oweiurcnonapweor oweurncpwer oweiurcnpaower woeirncpwaeurnp weoircnpowaer owerucnpwaeurp pawoeircnwar pawoeircnawuier pwoeirncpawer pwoeircnpwau pweorncawinernp wpaerncpwaoierun pwerincwaier ioiuyroiwcaoiw iewyrciwaoeirycwe iewyrcbiowaeir iewuryicbwoaier iwerybciwaoeriw iweyrcboawiuryowa iweyrbcowieuryoiw iweurybcaowieury iwerycbowaiery iweyrbcwiauer iweurbycoawieuryoawi iwerybcaowieuryoaw iweyrbcoawieury wieryocawery iweyrbcawery iweyrbcaoweryo iweybcoawieroqworr irwrvbpwtpw iwercbawrpawer aoirpcwperipcwa paoeurpncoerpiaw owieurncwoei oweiurncpowaeiur oweiurcoawero oweiurcnonapweor oweurncpwer oweiurcnpaower woeirncpwaeurnp weoircnpowaer owerucnpwaeurp pawoeircnwar pawoeircnawuier pwoeirncpawer pwoeircnpwau pweorncawinernp wpaerncpwaoierun pwerincwaier ioiuyroiwcaoiw iewyrciwaoeirycwe iewyrcbiowaeir iewuryicbwoaier iwerybciwaoeriw iweyrcboawiuryowa iweyrbcowieuryoiw iweurybcaowieury iwerycbowaiery iweyrbcwiauer iweurbycoawieuryoawi iwerybcaowieuryoaw iweyrbcoawieury wieryocawery iweyrbcawery iweyrbcaoweryo iweybcoawieroqworr irwrvbpwtpw iwercbawrpawer aoirpcwperipcwa paoeurpncoerpiaw owieurncwoei oweiurncpowaeiur oweiurcoawero oweiurcnonapweor oweurncpwer oweiurcnpaower woeirncpwaeurnp weoircnpowaer owerucnpwaeurp pawoeircnwar pawoeircnawuier pwoeirncpawer pwoeircnpwau pweorncawinernp wpaerncpwaoierun pwerincwaier ioiuyroiwcaoiw iewyrciwaoeirycwe iewyrcbiowaeir iewuryicbwoaier iwerybciwaoeriw iweyrcboawiuryowa iweyrbcowieuryoiw iweurybcaowieury iwerycbowaiery iweyrbcwiauer iweurbycoawieuryoawi iwerybcaowieuryoaw iweyrbcoawieury wieryocawery iweyrbcawery iweyrbcaoweryo iweybcoawieroqworr irwrvbpwtpw iwercbawrpawer aoirpcwperipcwa paoeurpncoerpiaw owieurncwoei oweiurncpowaeiur oweiurcoawero oweiurcnonapweor oweurncpwer oweiurcnpaower woeirncpwaeurnp weoircnpowaer owerucnpwaeurp pawoeircnwar pawoeircnawuier pwoeirncpawer pwoeircnpwau pweorncawinernp wpaerncpwaoierun pwerincwaier ioiuyroiwcaoiw iewyrciwaoeirycwe iewyrcbiowaeir iewuryicbwoaier iwerybciwaoeriw iweyrcboawiuryowa iweyrbcowieuryoiw iweurybcaowieury iwerycbowaiery iweyrbcwiauer iweurbycoawieuryoawi iwerybcaowieuryoaw iweyrbcoawieury wieryocawery iweyrbcawery iweyrbcaoweryo iweybcoawieroqworr irwrvbpwtpw iwercbawrpawer

April 24, 2008

perokok karena keadaan

"Ia menyebut dirinya sebagai perokok karena keadaan, bukan pecandu rokok."
-
Itu adalah salah satu kutipan dari sebuah cerpen karangan teman saya. Yang cukup, yah...menyentil diri saya. Uhm, bagaimana mulai ceritanya ya? Ah...iya. Saya tiba-tiba ingat.
-
Saya mulai merokok sekitar "spring" 2007. Alias di bulan-bulan April-Mei-Juni 2007. Itupun sebenarnya sih atas dasar alasan klise. Biasa...stres karena dunia kerja dan dunia percintaan. Hehehe...bukan sesuatu yang patut dibanggakan sih, hanya ingin berbagai salah satu fakta tentang saya.
-
Waktu itu saya baru pindah kerja di area eks-mud mentereng di Jakarta. Sebelumnya saya bekerja di area pergajulan anak muda kala itu di Jakarta. Dari daerah TB Simatupang dan sekitarnya (lebih tepatnya Cinere) pindah ke Jl Jend Sudirman. Dari yang biasa main di Cilandak Town Square - yang tiap harinya ketemu ABG-ABG gaul di Jakarta dengan segala macam bentuk rupa, tiba-tiba musti meng-adjust penampilan ke super rapi ria dan nongkrong di Plaza Indonesia. Dari sendal jepit andalan, ke sepatu pump hitam berhak. JRENG! Jadilah saya terjiper-jiper ria berada di area eks-mud mentereng itu. Terlebih lagi adalah putaran haluan bidang kerja saya, dari asli jadi Arsitek Muda tulen yang dipecut setiap hari dan rutin pulang malam naik bis Patas menjadi Marketing Properti Bullshit yang tiap hari selalu berdandan manis dan nebeng pulang gratis sore-sore bersama ayahanda. Dari yang biasa perhitungan kalau soal makan siang (waktu masih jadi arsitek superrr kere!) sampai yang biasa makan Wendy's tiap siang (weits jangan salah! bagi saya fastfood di negara kita itu TERMASUK makanan borju!) Pergantian "musim" dari musim kering ke banjir ini mengakibatkan banyak "penambahan karakter" dalam diri saya pribadi. Dan salah satunya adalah kebiasaan untuk merokok.
-
Rokok pertama yang saya hisap itu adalah Dunhill Light, yang kotaknya berwarna biru muda. Yang kata para pecandu-pecandu rokok (saya merujuk ke teman saya ini; miss F) "kalau mau merokok, mulai dari rokok yang "mudah" dulu aja". Jadilah saya memilih rokok itu. Itupun sebenarnya bukan saya yang memilih. Waktu itu, saya ada janji bertemu teman saya; Indri, di Senayan City. Kami berdua sedang stres berat karena masalah pekerjaan dan masalah cinta. Klise, bagi kami berdua yang termasuk tidak piawai dalam berbuat nakal, berjanji untuk bertemu merokok di meja paling belakang di sebuah restoran. "Elo mau ngerokok apa Jo?" tanya Indri via telepon sebelum bertemu. Saya menjawab apa saja asal yang ringan. Ketika bertemu, Indri melempar ke saya satu kotak Dunhill Light seraya menjawab "gue pilihnya itu ya, soalnya ringan, dan ... well the blue color just fab!" Hahaha! Alasan terlalu sepele dalam memilih rokok - hanya karena ringan dan warna kotaknya. Semalaman itu, kami berdua menghabiskan satu kotak Dunhill Light. Lucu bila mengingat itu, karena Indri punya penyakit asma, dan saya sebenarnya tidak terlalu kuat dengan asap rokok. Entah kenapa - atas nama stres - semuanya tiba-tiba bisa tidak terasa. Dan itulah awalnya.
-
Sekarang, Dunhill Light itu berubah menjadi Marlboro Menthol. Entah bagaimana ceritanya, pokoknya yang saya ingat Dunhill Light itu berkembang menjadi Dunhill Light Menthol kemudian A-Mild Menthol dan berujung di Marlboro Menthol. Pada dasarnya saya menilai diri saya itu bukan seorang pecandu. Karena saya tidak pernah rela membeli satu kotak Marlboro Mnethol hanya untuk saya saja. Saya punya kebiasaan untuk nebeng sama teman saya yang cukup lihai merokoknya (kembali merujuk ke miss F!) Plus saya merokok itu hanya setelah makan, saya sanggup habiskan 2 batang saja. Dan itupun tidak selalu sehabis makan. Hanya saat makan siang saja. Dan entah kenapa, di akhir pekan saya jarang sekali merokok. Selain karena saya tidak mau merokok di rumah, atau bersama pacar, yah hitung-hitung untuk melonggarkan jantung saya lah. Akhir pekan buat saya dan akhir pekan buat jantung saya. Tapi kalau saya sedang benar-benar stres berat, saya bisa sanggup habiskan 5 batang rokok. Yah mungkin gak "segitu hardcore"nya ya. Cuma untuk tampang saya yang sering menipu ini, itu sudah cukup mengagetkan. Intinya, saya benar-benar merokok hanya karena keadaan. Dan saya cukup bersyukur bisa mengontrol keinginan merokok ini. Karena saya masih percaya merokok itu kebiasaan buruk. Walau jujur, saya suka sekali bau asap rokok waktu pacar saya sedang merokok. Hehehe.
-
© frettyaulia, 24.04.2008

April 23, 2008

wasn't born to be good in confrontation

Itulah saya. Benar-benar bukan orang yang terlahir pandai berbicara DALAM sebuah konfrontasi. Yang anehnya, menurut mitos, orang batak harusnya jago bersilat lidah. Sebagai orang batak, yang nyeleneh, saya tidak percaya bahwa ada karakter tertentu yang dibawa ras tertentu. Walau saya mengakui umumnya orang batak itu pekerja hukum, jago mempermainkan fakta. Mungkin seperti kenyataan kalau umumnya orang yahudi itu pandai dan luar biasa inovatif - Spielberg salah satu contoh besarnya, atau Leibovitz. Kembali ke orang batak, tapi seperti yang dikutip dari pacar saya, saya ternyata bisa pandai dalam mempresentasikan fakta. Tapi menurut saya itu bila saya tidak dalam sebuah situasi yang panas. Kalau dalam situasi yang panas, penuh konfrontasi, saya menjadi sulit untuk "membela diri" atau menceritakan versi saya. Seperti baru-baru ini. Saya mempunyai masalah "kecil" dengan salah satu klien saya. Kesalahan ada dipihak beliau, tapi justru saya yang ditekan dan tidak bisa "membela" diri saya sendiri. Yang akibatnya, saya pun berbicara "a-i-u-e-o" di depan beliau. Uhm ... sungguh aneh, mengingat menurut kebanyakan teman dekat saya, saya termasuk orang yang galak dan teguh dalam pendirian. Tapi ternyata, saya telah berkembang menjadi orang yang terlalu mudah melihat segala hal dalam berbagai sisi. Sehingga lupa dengan pendapat saya sendiri. Tingkat saya untuk berkompromi telah berubah - karena belajar bahwa tidak semua orang bisa se-idealis atau se-pemimpi saya. Ugh. Bagaimana ini?
-
© frettyaulia, 23.04.2008

April 21, 2008

watchout - blind dates!

Iyes! Blind date itu sudah menjadi momok yang "gimana gitu" buat para kalangan jomblo-jomblo. Saya yang sudah tidak available saja bisa kebelit sama masalah itu. (Ya gak miss E?). Ada beberapa kasus yang saya secara rela masuk kedalamnya. Misal kenal lewat internet. Itukan memang otomatis saya menjadi sukarela dalam proses blind date itu. Ada juga yang dikenalkan oleh teman, yang untungnya tidak pernah terjadi (atau setidaknya yang saya ketahui ya). Dan yang terakhir kalau orang tua atau pihak keluarga mulai ikut campur. Saya tidak menyalahkan oknum tertentu sih, memang dasarnya orang tua saja yang tidak puas dengan pilihan anak mereka sendiri. Mereka secara sadar dan tidak sadar tahu bahwa ujung-ujungnya mereka tidak akan pernah memaksakan pilihan mereka kepada anak sendiri. Karena, toh yang menjalani kan bukan mereka. Cuma ya itu ... tidak ada di dunia ini orang tua yang gak "gatel" atau "bawel" (curiganya sih, ada kemungkinan saya juga begitu..)
-
Pengalaman saya dengan blind date itu bisa dihitung dengan satu tangan. Karena saya benar-benar tidak menyukai berada didalam kondisi dimana saya tidak mengetahui siapa lawan bicara saya (uhm semua orang juga begitu kan?). Tapi mari kita telusuri memori-memori berkesan itu.
-
Pengalaman blind date saya pertama kali semasa setelah saya putus dari hubungan 5 tahun dengan seseorang. Waduh saat itu lumayan hardcore deh sedihnya. Saya pun berkenalan dengan seseorang yang saat saya temui memang benar-benar keren! Itu pertama kalinya saya blind date dan berkesan buat saya ingat. Karena sangking kerennya mas Yohan ini (hehehe), semua orang yang berpapasan dengan kami langsung menengok. Untungnya saya bisa mengimbangi (setidaknya gaya dandan saya waktu itu tidak kampungan banget). Tapi dari awal saya tidak mempunyai ketertarikan yang lebih dari sekedar teman. Karena walau mas Yohan ini keren, pandai, secara fisik menarik - tidak ada yang klik dengan isi hati dan kepala saya. Jadi mas Yohan waktu itu hanya cukup memuaskan keinginan mata saya. Dan kami saat itu menghabiskan waktu dari pukul 10.00 sampai dengan 18.00! Dari makan siang, ngopi sore sampai malamnya nonton di Teater Jakarta. Agak gila sih, karena saya bukan tipe orang yang bisa langsung nyambung. Kembali ke penampilan mas Yohan yang keren itu, saya jadi lupa waktu!
-
Pengalaman kedua adalah ketika saya bertemu dengan teman internet saya dari Italia. Heleh! Dengar darimana dia berasal, pasti sudah punya banyak bayangan di kepala. Yang ini dan yang itu. Plus ditambah sudah main flirt-flirtan lewat internet. Makin jadi ingin bertemu bukan? Tapi JRENG! Mas Italia ini cuma keren karena dia berasal dari Italia saja! Mungkin saya salah bertemu mas Italia kali ya. Karena bayangan saya itu setidaknya Totti atau Maldini. Tapi saya bertemu versi mininya. Alias (maaf) tidak terlalu tinggi. Jujur orangnya menyenangkan untuk diajak berbincang-bincang seputar bahasa Italia (yang saat itu saya sedang pelajari), tapi untuk masalah hobi - kami berdua benar-benar tidak cocok. Walau begitu saya menghabiskan waktu yang cukup lama dari mulai makan malam sampai menikmati Jl Sudirman tengah malam berjalan kaki. Positifnya setidaknya saya mempunyai kenalan asli dari Eropa sana (selain guru-guru les Italia saya).
-
Pengalaman ketiga adalah pengalaman paling berkesan buat saya. Karena ini berujung dengan cinta! (hehehe...) Saya berkenalan dengan seseorang lewat internet. Yang bagi saya, diantara hubungan internet yang pernah saya jalani (dan ini bukan yang pertama saya jalani), ini pertama kalinya saya bisa langsung nyambung dari sekali chatting. Dari mulai melihat-lihat profil friendster beliau, kirim pesan basa-basi, sampai bertukar yahoo id. Menurut saya, saya itu termasuk orang yang sulit untuk bisa dekat dengan seseorang apalagi lewat internet apalagi waktu pertama kali chatting (karena kan chatting itu kan responnya langsung kan..). Mungkin karena saya dan beliau punya banyak kesamaan, dan ada beberapa fakta beliau yang cukup menohok saya. Lalu setelah kurang lebih dua mingguan chatting, diputuskan deh untuk bertemu. Saya dengan beraninya mengajak bertemu dirumah saya! Yah kalau saya tidak suka kan jadinya aman, gak repot-repot bayar ongkos taksi pulang. Plus kalau ternyata orangnya membahayakan ada satpam yang bisa langsung saya telpon buat ngusir. Ternyata ketika bertemu (sigh...) berujung di keadaan saya sekarang. Teman-teman saya kalau bertanya soal awal hubungan saya dengan beliau, selalu geleng-geleng kepala. Karena semua teman saya jarang mempunyai hubungan cinta berawal dari internet (kecuali, uhm, anda miss E - yang dasarnya emang "berani". Dan anda, Spooky - ingat kan si Mariana Renata look alike itu?). Seperti kata teman saya di awal hubungan saya ini - "there are a lot of crazy people out there Fret! aren't you afraid of that?". Dengan entengnya saya cuma bilang - "well...gue juga gila kok. Jadi sama dong!"
-
Pengalaman keempat yang sekaligus paling terbaru dan yang saya harap terakhir itu baru saja terjadi jumat kemarin. Atas paksaan ibu dan tante saya, yang tidak puas atas pilihan saya sekarang. Berat banget untuk melakukan ini. Karena saya sudah berada di suatu hubungan yang menurut saya tidak main-main. Dan saya benar-benar tidak enak dengan situasi yang serba salah buat semua pihak. Semua orang bisa bilang "Fret ketemu ajalah, buat jaga-jaga". Tapi sampai detik ini saya benar-benar tidak setuju dengan kata "buat jaga-jaga". Buat jaga-jaga apa? Dan untuk apa? Kesannya kok seperti mendoakan hubungan saya dengan yang sekarang ini berakhir makanya ada jaga-jaga. Karena hubungan antara dua orang itu bukan seperti memasak nasi, atau membeli gas buat masak. Tidak ada yang namanya "jaga-jaga". Atau "just incase". Saya jujur penganut setia monogami, yang menurut saya setianya saya dengan filosofi monogami itu sudah yang sangat hardcore dan literal. Mungkin makanya setiap kali saya berhubungan, dan ketika akhirnya kandas, saya pasti butuh setidaknya setahun untuk bisa benar-benar "move-on". Agak rapuh sih, tapi this is me. Dan se-naif-nya saya dalam berhubungan, saya tetap meyakini begitu. Karena saya yakin, sakitnya saya nanti pada akhirnya akan dibayar lunas. Dan Tuhan melihat kok.
Namun karena untuk menghormati keinginan ibu saya, saya pun bertemu. Respon saya waktu bertemu adalah mentertawakan hal itu. Seperti nasehat teman saya, miss E, untuk mentertawakan saja hal konyol itu. Setelah berjabat tangan, langsung saya bilang blak-blakan kalau saya "sudah ada yang punya". Tidak tahu dapat kekuatan darimana, saya langsung tembak bilang kalau pertemuan ini hanya untuk menghormati niat baik ibu saya. Untungnya respon dari orang itu tenang dan sepertinya sudah bisa menduga. Oh well bagus deh. Soalnya saya tidak berminat mencari masalah. Setelah itu, saya bisa tenang. Walau jujur, saya tidak menyukai waktu yang saya habiskan. Dan terpaksa mau diantar pulang. It was weird, and the hell with it - it's done!
-
Intinya...blind dates are not that easy to understand. Dan pastinya akan ada ketidaknyamanan. Tapi ketidaknyamanan itu bervariasi, dari yang menyenangkan sampai yang menjemukan. Walau sedikit pengalaman (dan berharap tidak ditambah lagi!) - saya merasakan itu semua. Saat mengalaminya mungkin benar-benar bisa membuat kita tidak jelas. Tapi kala dikenang, rasanya bisa membuat kita tertawa. Ya gak?
-
© frettyaulia, 21.04.2008

April 17, 2008

Tentang Tereza

Kemarin salah satu teman saya merekomendasikan buku. Judulnya The Unbearable Lightness of Being buah karya Milan Kundera. Saya sudah familiar dengan judul itu, karena dulu waktu saya lagi demen-demennya nonton Friends, ada salah satu episode dimana mereka membicarakan judul itu. Hanya saja, waktu itu yang saya tangkap dari episode itu, judul itu adalah judul film dan sama sekali tidak tahu menahu kalau film itu adalah berdasarkan bukunya. Dan ketika tahu inti cerita buku itu, membuat saya merasa pening sendiri. Karena saya tiba-tiba merasa dekat dengan salah satu karakter dalam cerita itu. Singkat kata, ada 4 karakater yang menyala-nyala dalam cerita itu. Ada Tomas, seorang dokter. Istrinya, Tereza si ibu fotografer. Sabina - wanita simpanan Tomas yang adalah seorang pelukis dan pacarnya; Franz seorang profesor. Tomas diceritakan mencintai Tereza yang akhirnya ia putuskan untuk nikahi walau ia tetap berhubungan dengan wanita simpanannya; Sabina yang notabene menjalin hubungan dengan Franz. Saya entah kenapa merasa dekat dengan karakter Tereza. Dikatakan bahwa Tereza sama sekali tidak menganggap infidelitas Tomas sebagai sesuatu yang penting sehingga ia merasa dirinya lebih lemah dari Tomas. Teresa yang pandai dan compassionate menghadirkan sesuatu yang mendalam bagi Tomas yang tidak bisa ia acuhkan. Tereza selalu merasa hanyalah sebuah tubuh yang digunakan Tomas sehingga saat menjelang akhir hayat hidupnya ia merasa bahwa dirinya hanyalah sebuah beban bagi Tomas. Tomas memang pada awalnya menganggap Tereza sebuah beban, seorang anak yang harus ia rawat. Namun seiring jalannya waktu, ia kemudian melepas teori lamanya soal cinta dan memperkaya cintanya terhadap Tereza. Tomas mempunyai teori soal cinta yang ia yakini sebelumnya bahwa cinta dan seks adalah dua hal yang berbeda. Ia bisa bercinta dengan banyak wanita dan sekaligus hanya mencintai satu wanita. Dan ia tak menemukan itu sebagai suatu masalah. Baginya mendalami seorang wanita hanya bisa melewati proses love-making. Yang bagi Tereza adalah suatu yang mustahil bagi ia bercinta tanpa mencintai. Sigh..cukup berat memang - yang kemudian membuat saya tidak begitu tertarik untuk membeli dan membaca buku ini. Hanya lewat me-google itu, sudah cukup bagi saya. Karena begitu mengetahui siapa itu Tereza, sudah bisa membuat saya sedikit terharu dan sakit. Saya rasa, tak ada wanita dimanapun yang bersedia di"madu". Dan lebih makin sakit untuk mengetahui di"madu" hanya karena alasan birahi saja.
-
Inilah pembicaraan sore itu dengan teman saya, yang berujung panjang pada simpati saya terhadap Tereza.
-
-
anda : eh baca buku unbearable lightness of being deh
anda : gw baru baca lagi
anda : damn that book is so good and sexy
lia : duh gue belum baca or nonton
lia : ceritanya seputar apa sih bok?
anda : tentang mencintai dan dicintai
anda : tapi perspektifnya dia unik
anda : ada beberapa karakter
anda : semuanya berhubungan
lia : ahhhh kinda like crash dong
anda : itu sih sebenernya filosofi kundera tentang memandang cinta dan hidup
anda : apaan tu crash
lia : filosofi kundera? uhm baru denger gue
lia : itu film crash
lia : kan karakternya beda2 gitu
lia : tapi intinya sama
lia : kinda like babel juga
anda : kundera itu nama yang nulis
anda : hmm..gak kayak babel
lia : yes gue baru google dia
lia : Eroticism is like a dance: one always leads the other. Milan Kundera
anda : wekekekeke
anda : hubungan antar karakter adalah hubungan cinta dan kontradiksi
anda : lucu banget,dia ampe bikin kamus 'kata-kata yang salah dimengerti' yang isinya perbedaan sudut pandang si cewek dan si cowok
lia : Listening to a news broadcast is like smoking a cigarette and crushing the butt in the ashtray. Milan Kundera
lia : ah the girl from venus and the boy from mars - isme ya

anda : nggak
anda : hehehehheeheh
anda : i hate reading those stuffs
anda : well kinda like that, but in a more sophisticated way
lia : yes me too
lia : thank God in a more sophisticated way then
lia : waduh
lia : cinta segitiga ya en?
lia : http://www.imdb.com/title/tt0096332/plotsummary
lia : ada quotenya yang bagus nih en >> Tereza: I don't understand how someone can MAKE love without BEING in love.
lia : so let me get this straight : Tomas is in love with Tereza and have a just physical relationship with Sabina?
lia : heleh udah cari tau duluan gue
anda : uh sori barusan pipis
anda : pokoknya tomas tu paling gak bisa idup sama satu wanita doang
lia : haduhhhhhhh
lia : sakit hati!
anda : jadi dia pasti punya cewek2
anda : naaaa...tapi dia jatuh cinta sama tereza,yang akhirnya dikawinin
anda : tapi teteuuppp dia gak bisa gak selingkuh bok
lia : and the marriage works?
anda : na, filosofi 'lightness' of 'being' ini adalah pandangan si tomas terhadap cinta
anda : dan pandangan tereza akhirnya terhadap hidupnya yang begitu beraaaaatttt sama tomas
anda : the marriage works in a strange way
lia : duh jangan sampai terjadi ama gue
lia : (ngetok2 meja)
lia : gila loh yaaaaaaaa
-
-
© frettyaulia, 16.04.2008

April 16, 2008

"i like to love you"

Those just has been sticking in my head for days now. And maybe that's the reason of my smiles. Although maybe few questions fly back and forth, but somehow I can walk on with a much more hope than before. I hope this is not a false alarm - or anything of that sort.
© frettyaulia, 16.04.2008

April 2, 2008

semoga perih terbang tinggi diawan

siang rabu hari
setelah menikmati makan siang
mereka bertiga ngalor ngidul soal kematian - "we are going to die anyway"
tiba-tiba diruang dingin kantin terdengar lagu lama
tak usah kau tanya-tanya lagi
coba kau hayati peranmu
lupakan sekilas esok hari
semua telah terjadi
aku dan dirimu tenggelam dalam asa
dan tak ingin lari tanggalkan rasa ini
cobalah entaskan pastikan lepas atau terus
semoga perih terbang tinggi diawan
tak usah kau cari makna hadirnya diriku
aku disini untukmu
mungkin memberi arti cinta pada diriku
aku disini untukmu
lepaskan sejenak berat beban dipundakmu
aku disini untukmu
pastikan kau jawab semua ragu dicintamu
aku disini untukmu
ah tiba-tiba serasa ada yang menusuk dihati
sambil menarik nafas di sela ruang rokok mereka
ada rasa perih didalam dada
bersamaan dengan rasa hangat yang mengalir
©frettyaulia, 02.04.2008

April 1, 2008

the pregnancy test

This is a story of a young woman in her twenties. She's a closed friend of mine, so her name will be classified. From now on lets call her Ellen.

Ellen is a typical case of a young Asian woman, who strictly feels trapped in her family old rules and traditions. It is not that she hates them, or loves them less. She just finds it difficult to live with those rules. So most of the time she would have the courage to speak it out up to the length of a big argument. But lately she decides to keep it low. As she feels utterly tired to speak it out and knowing at the end that they find it hard to accept her views.

You can say Ellen is talented. Or smart maybe. She has the kind of brain that would stick to your face and say fuck when it needs to. She has the curiosity that can kill you. Because of the enormous questions she would ask you. She can slap you, hate you, and leave you in the dirt in a matter of five seconds when she feels threaten. But most of the time, she hides her pain from all, and reveals to the ones that care. Even if revealing it can means torture to the ones who care for her. Because of her passionate ways of looking to her own world. The closest you get to her, the more you can see holes and limitless questions. The closest you be with her, the more you can see the hopeless foolish lover who wants to love and be loved. The closest you hold her, the more you can feel that all she ever wants is to raise a family of her own. Or in what she could have said "to make a story of my own."

Ellen is in love. Or she loves. She is loving someone right at this minute. She continues to give it all to this one particular person. And I doubt that she would give up. I am sure she will always give it all. It is in her nature. Up to the point that some of her friends would tell her that she's stupid or cares less with her self. I am not sure if she's stupid or cares less. She's just like that.
Yesterday she went to see "Juno" from her boyfriend's DVD player. He was out for work; she was there because of her period that killed her. It reminded her of two weeks ago when she took herself the pregnancy test.

Yes it was a moment that she would not forget. The way her hands trembled, her heart felt like want to explode. And how burn her pee felt. She could not ever forget that. She was hoping for a plus sign. She was hoping for a double red cross on that stick. But no. Negative. It was zero. No pregnancy. No baby. She was hoping for a plus sign because of how actually really she wanted the baby.

Although it might be strange to everyone, but her boyfriend was exhilarated to know that she was late for almost over a week. Because one time she lied to him telling him that she already took the test and it was positive. He was laughing out loud over the phone when she called. I am not sure why she lied in the first place. I am guessing she doesn’t want him to feel that he is stuck by her. She wants him to pick her, to choose to be with her because of her. Not because of her carrying his baby. She doesn’t want to feel that she was a second to someone else. She needs not to be a rebound to get over someone. She wants to be the only one. It hurts her like hell if he were to be with her just because of the condition. It hurts me like hell seeing her like that.

So now she sits there on her desk, with a coffee cup boiling up that the smell of it fumes up her room. She does that gazing up to the file of papers beside her. She craves for love. Ah I don’t know. All I know it feels different with her after the pregnancy test. All I can feel there is a sense of loneliness inside of her.
Or maybe this is just my imagination? Or maybe I could be wrong? I don’t know. I just want her to feel safe and in comfort. Like she deserves to be.
© frettyaulia, 01.04.2008

March 26, 2008

[...]

i hope this is the last.
no more ends.

March 25, 2008

ini karma apa bukan ya?

Waduh. Ada cerita yang mungkin menarik buat saya bagi di blog ini. Saya mau berbagi sesuatu yang berhubungan dengan karma. Saya tidak tahu apa itu arti karma. Yang saya mengerti selama ini pengertian soal karma adalah what you throw is what you gonna get. Jadi kalau saya melempar batu ke seseorang, yah suatu hari nanti ada seseorang yang akan melempar batu itu kembali. Atau kalau saya dilempar batu, pasti suatu hari nanti orang yang melempar batu akan dilempari batu yang sama. Kira-kira seperti itulah konsep saya soal karma. Kalau saya salah, tolong dikoreksi ya.

Kira-kira diawal tahun 2006, pacar atau ttm saya waktu itu memutuskan hubungan secara tiba-tiba. Tidak kira-kira, dia memutuskan saya di hari ulang tahun saya. Sebenarnya mungkin kalau ditelaah kembali, waktu itu saya dan dia memang sedang berada di mood yang kacau. Sehingga keputusan untuk putus mungkin bisa datang karena impuls saja. Karena saya merasa seperti itu, saya berusaha menghubungi dia dan "try to patch things up". Tetapi berulang kali saya coba hubungi via telpon, via e-mail, via temannya, semua seakan tidak digubris. Bahkan saya berbicara lewat karya-karya fotografi saya (yah yang sangat amatiran itu) kepada beliau, untuk menarik secuil simpati. Tetapi sungguh, saya merasa saya hanya sekedar semut kecil. Sebagai semut kecil, saya merasa sangat suicidal. Waktu itu tiba-tiba saya punya kekuatan untuk mengakhiri hidup saya. Saya mulai tidak punya nafsu makan, rambut saya mulai rontok, dan saya malasnya minta ampun untuk kerja. Saya mulai suka menangis dipagi hari sebelum kerja, dan sesudah kerja. Saya suka terbangun jam 3 pagi hanya untuk melihat plafond diatas tempat tidur saya. Dan saya benar-benar tidak punya rasa apapun untuk yang namanya mahluk pria. Halah! Klise memang, tapi ini salah satu pelajaran hidup yang saya treasure sekarang.

Satu hal yang mungkin bisa saya bagi sekarang, konyolnya bila diingat lagi, dia memutuskan saya karena memang bagi dia saya ini cuma selingkuhan saja. Saya berikan segalanya yang ternyata selama itu dia telah menduakan cinta saya. Dan yang lebih bodohnya, kata putus itu terlontar dari dia dan bukan saya. Dan lebih lebih bodohnya, yang mengejar untuk kembali bersama adalah saya. Gila betul ya, saya memang bodoh sekali waktu itu.

Setelah setahun lebih saya menjadi monster pembenci hidup dan pria, saya akhirnya menjadi lebih kuat dan sinis melihat cinta. Saya mulai menjadi sarkastis melihat segala aspek. Walau sebenarnya saya masih percaya dengan mukjizat cinta. Dan memang, Tuhan menekan tombol “percaya cinta” kembali dalam diri saya. Sehingga saya bisa berdiri dan mencintai kembali seseorang.

Tiba-tiba, jreng jreng, si lelaki brengsek mengirim e-mail yang isinya ingin kembali bersama dengan saya. Waduh! Dengan kata-kata “Tidak ada wanita yang se-passionate, sebaik dan se-setia seperti kamu” dia berusaha mendapatkan saya kembali. Waktu saya baca itu, saya tertawa. Bahagia rasanya karena sudah impas sekarang. Sakit yang saya lalui dulu dibayar lunas dengan keinginan dia untuk kembali. Waktu membaca e-mail itu, saya ingin sekali menulis “Kemana aja lo nyet? Sekarang aja elo nyari-nyari gue. Bah, basi kau!”. Tetapi saya cuma menjawab “Sorry, I am in a committed relationship now. And I think I don’t have to tell you in details about my life.” Haduh saat membaca kembali balasan saya itu, saya merasa menjadi manusia paling keren di dunia. Dan seakan merasa sangat malu, si lelaki brengsek itu pun menjawab “Beruntung sekali pria itu.” Cuma urat malunya bertahan sebentar, karena beberapa kali dia berusaha menghubungi. Semakin dia menghubungi, semakin impas rasanya bagi saya. Saya menemukan kesenangan tersendiri untuk menganggap dia tidak ada, sama seperti dulu dia tidak menganggap saya ada.

Ah Tuhan itu maha adil bukan begitu? Sesakitnya mungkin luka yang saya hadapi dulu, ternyata Tuhan tidak menutup mataNya. Dan itu dibayar lunas dengan hukuman yang Tuhan berikan kepada si lelaki brengsek itu. Seperti kata teman baik saya “Girl, it is his lost if he treated you so bad.” Itu menjadi derita dia karena telah kehilangan saya.

Karma atau bukan mungkin saya tidak tahu. Yang pasti kisah ini selalu menjadi pembatas buku bagi saya untuk mengingatkan saya bahwa Tuhan itu maha adil. Atau seperti kata seseorang; ada sebab dan ada akibat. Apa yang kamu tanam itu yang kamu tuai.

© frettyaulia, 25.03.2008

March 24, 2008

sudut sudut kamar mandi

Ketika saya sedang stress atau banyak pikiran tidak menentu bertengger di kepala, saya selalu bersembunyi di kamar mandi. Sejak masih abg, saya akan lama sekali berjongkok di atas toilet. Walau waktu itu saya belum merokok dan walaupun mungkin saya tidak sedang buang air besar , tapi saya menemukan kenyamanan berjongkok lama di atas toilet. Kebiasaan itu semakin menjadi-jadi, sejak rumah saya direnovasi dan toilet jongkok berubah menjadi toilet duduk. Dari kamar mandi yang kecil dengan ubin keramik warna biru gelap berubah menjadi kamar mandi seluas kurang-lebih 3m2 dengan keramik warna krim susu yang permukaannya seperti batu alam. Mungkin karena luas, warna kamar mandi baru ini, membuat saya suka menyikat kamar mandi ini. Sehingga dari yang suka berjongkok lama-lama ketika stress, saya punya outlet baru.

Sambil mendengarkan lagu yang saya pasang melalui radio yang saya bawa ke kamar mandi, atau handphone saya (yang akhir-akhir ini sering melantunkan lagu-lagu mas-mas Radiohead) saya pasti akan menyikat kamar mandi kalau saya sedang kalut berat. Atau duduk diatas wastafel yang tepat didepannya ada cermin besar sambil merokok sebatang. Atau yang ekstrim, ngejogrok dibawah deras shower sambil mencuri-curi merokok. Lucu saya tiba-tiba ingat, kadang saya juga sok-sokan jadi superstar kalau tidak ada rokok atau kamar mandi habis disikat pembantu. Saya akan lari kesana kemari, lompat tinggi-tinggi, dan teriak-teriak seperti habis kemalingan – yah biasalah.. “ngarep” jadi bintang.

Biasanya setelah menyikat kamar mandi, atau duduk diatas wastafel dan merokok atau terjangkit sindrom superstar, barulah saya menghampiri keran shower saya untuk mandi. Dan biasanya kacamata saya itu masih “on” didepan mata. Sehingga tidak sekali dua kali, saya mendapati diri saya masih memakai kacamata dibawah aliran shower. Dan dikala saya sadar, kacamata saya itu membuat saya tertawa. Atau setidaknya tersenyum. Walau hanya untuk sesaat, saya lega bisa lepas dari pikiran-pikiran saya yang tidak menentu.

Jadi kalau mau tahu isi pikiran saya yang tidak menentu, resapi saja kamar mandi saya. Seandainya Tuhan mengizinkan sudut-sudut itu berbicara sekehendak mereka, mereka pasti akan berbicara banyak hal. Dari yang memalukan, sampai yang menitikan air mata.

© frettyaulia, 24.03.2008

mica tanto

you led me to believe yet you broke your own words.
so i gather up the pieces of little holes that i thought i would never have.
i am back at the similar crossroad i used to face.

mi fa insospettire quando tu dici bugie.
mi fa male.
non ne voglio piu'.
non ne posso piu'.

© frettyaulia, 24.03.2008

March 18, 2008

(buka kacamata anda saat membaca ini)

Minggu kemarin, saat berada didalam gereja, saya mendapati diri saya bertanya dalam hati pertanyaan mendasar soal iman saya. Soal apa yang tidak saya lihat namun saya percaya. Saya sedari kecil adalah penganut Kristen. Terus terang, saya pernah mengalami gejolak mengapa saya ada disini sebagai Kristen, apakah hanya karena "meneruskan" apa yang orang tua saya yakini. Saya dulu meyakini gejolak itu sudah berakhir dengan cara pandang saya yang baru. Lalu tiba-tiba saya mendapati saya berada dalam gejolak itu kembali. Saya mempertanyakan siapa itu Tuhan. Kadang saya mendapati hati dan akal budi saya berbenturan saat mendalami siapa itu Tuhan. Ada dimensi soal Tuhan yang saya tidak mengerti. Ada yang bilang logika manusia tak akan pernah sama dengan logika Tuhan. Maksudnya dimensi Tuhan yang Maha Agung, tak akan pernah sama dengan dimensi manusia. Ada peraturan yang hanya berlaku untuk Tuhan dan tak bisa di-adjust untuk manusia. Kalau kasarnya; "otaknya manusia kagak nyampe brai!". Yang saya menjadi tidak mengerti lalu apa fungsi akal budi yang Tuhan berikan kepada saya kalau ternyata ada dimensi yang ditakdirkan tidak akan bisa saya mengerti? Dulu waktu saya kecil, saya tak punya banyak teman, saya termasuk loner. Dan dalam kesendirian saya bermain, sering terlintas dikepala saya mengapa saya lahir sebagai manusia dengan akal budi. Kenapa saya lahir sebagai manusia yang kompleks. Kenapa bukan menjadi anjing kecil yang lucu, yang kerjanya cuma bermain, dibelai sayang oleh pemiliknya dan tak akan pernah pusing soal besok ke kantor naik apa. Bukannya saya menghina Tuhan, saya hanya bertanya. Saya bukan manusia religius, yang kuat tahan godaan. Saya masih sangat berdosa (banget). Tapi saat saya berdoa, ada rasa malu yang tidak bisa saya tutupi. Malu karena dengan dosa saya, saya masih berani meminta. Mungkin saat ini juga saya malu, karena saya menyuarakan pertanyaan saya secara berani soal iman saya kepada Tuhan. Namun biarkanlah ini menjadi sebuah sharing. Dan saya harap anda tidak menghakimi saya hanya karena saya bertanya atau hanya karena saya bingung.
© frettyaulia, 18.03.2008

March 17, 2008

You knew this story already, boy.

Let me tell you about the tale of my heart.
I guess I will never know precisely when it was here.
If one guesses since I was born, my heart was there already before.
Funny though, I can not even describe the size, the shape and even the smell.
I can only feel it.
It feels like a thundering storm in late midnight when it is mad.
It feels like a hot breezy summer day when it is happy.
It feels like digging the earth to place your dead body when it is broken.
It feels like a blank erased page when it is empty.
It feels like a roller coaster when it is in love.

My heart is like a secret garden that has a gate.
There is a peep-hole right in front of it if anyone cares to see.
However, sometimes I shut it so I can choose who I want to be seen.
The gate is so tall, that the knob is not easy for anyone to reach.
It is so heavy to swing, to let anyone remember how hard it is to be inside.
But it is not made of iron, where anyone can leave marks and erase it later.
There lie holes that took time to be patched with new memories.
Sometimes they are just numb to even feel the worst pain.
But sometimes those patches would go broken, and I have to re-patch it again.
And what that happens, I would just paint on my heart a new hope to crave.
So that maybe those holes will be like an artistic addition to it.
So that there would be a reason for them to be there.

The thing about my heart, it can be as hard and layered like a diamond.
But it can be as fragile and seen-through like a glass.
So then I only give the key to enter to the ones I need.


Ah the key..

There are some that have it without me even give it.
They just had the key even before I have the power to give them.
I don't have the ability to reject or take my key from them.
Because they are the ones that clinging into my blood.
My family has been inside and playing with my heart.
And I can only let them be, even if sometimes they play with it like a toy.

There are also some that I have the power to choose.
To give my key to the people that matter the most.
I have the right to take back my key when they used me.
Some best friends, that stabbed me from behind no longer had the key.
Some ex-lovers had their name engraved and couldn't be erased, they may have lost the key or simply I took back what's left of me from them.

Most of them don't care enough to come back and knock on my gate.
Yet there are some that took the courage to come back.
Sometimes I would let them stay for a night or two.
It is hard to let them stay forever, because it is the price they have to pay.
They forced me to create boundaries.
But their echoes stay.
Even if those echoes at some nights might turn to hauling wolfs.

And that's the price I have to pay, to enjoy every seconds of those screaming voices.

The ones that stay, and will always be, called themselves true friends.
Even at the worst pain, the worst time, the worst nightmare, they still hang on tight inside.
They preciously make everything precious.
They know how to value every little thing to its right measure.
And I let them stay, even if sometimes they would slap me to wake me up.

Ah but you knew this story already, boy.
Because you have been inside for sometime.
Yet yesterday you put a new hole on the gate.
And played with my heart without realizing the cause of it.
It turned out sometimes you can be such a fool.
Maybe I should have written a manual book of my heart so you'd know.
But you should have known.
You have got this far, you should know it by now.

© frettyaulia, 17.03.2008