August 26, 2008

Trauma

Belakangan ini, saya dan Jerry (salah satu teman dekat saya), sering membicarakan sesuatu yang berhubungan dengan trauma. Jelasnya itu terjadi karena Jerry akhir-akhir ini merasakan kembali trauma yang ia rasakan dahulu dengan pasangannya.

Iseng-iseng untuk mengedukasi diri, saya meng-google kata "trauma". Dan membawa saya kehalaman Wikipedia. Ternyata ada beberapa jenis atau tipe trauma. Dan yang mau saya bagi informasinya adalah trauma yang berkaitan dengan jiwa alias trauma psikologis. Dibawah ini, adalah sedikit penjelasan apa itu trauma dari Wikipedia, yang saya terjemahkan langsung kedalam bahasa Indonesia. Mohon dimaafken bila saya hanya mampu menterjemahkan beberapa bagian saja -- karena terlalu dalam membaca apa itu trauma membuat saya jadi pening. (Akibat pengen tahu jadinya repot sendiri!) Hehehe..sekali sekali pengen post blog yang edukatif dan mungkin ini saatnya. Mari silahkan dibaca.

Trauma psikologis adalah sebuah jenis "luka" jiwa yang muncul sebagai sebuah hasil (akibat) dari sebuah kejadian yang traumatis. Kejadian traumatis berhubungan dengan sebuah pengalaman tunggal, atau pengalaman yang berulang-ulang (repetitif), yang dengan sepenuhnya mengganggu kemampuan individu untuk mengatasi atau mengintegrasikan ide-ide dan emosi yang berkaitan dengan pengalaman itu. Sensasi yang membanjiri individu tersebut dapat tertunda selama berminggu-minggu atau bertahun-tahun, bersamaan dengan usaha individu tersebut untuk berjuang mengatasi bahaya yang segera datang.

Setiap individu akan mempunyai reaksi yang berbeda-beda terhadap kejadian yang sama. Si A mungkin dapat mengalami sensasi yang luar biasa sementara si B tidak merasakan apa-apa sebagai hasil dari kejadian yang sama. Dengan kata lain, tidak semua individu akan mengalami trauma sebagai akibat dari sebuah kejadian yang berpotensial trauma.

Mereka yang mengalami pengalaman atau kejadian traumatis sering mempunyai beberapa gejala-gejala dan masalah setelah pengalaman tersebut. Seberapa fatalnya gejala-gejala tersebut tergantung kepada masing-masing individu, jenis trauma yang berkaitan dan dukungan emosional yang mereka dapatkan dari lingkungan sekitar.

Setelah pengalaman traumatis, seseorang dapat mengalami kembali trauma secara mental dan fisik dengan apa yang disebut "trauma-reminder" atau pemicu-pemicu trauma. Ketika terpicu, mereka dapat berlari ke alkohol dan narkotika sebagai usaha untuk melarikan diri dari perasaan-perasaan traumatis tersebut. Mengalami kembali gejala-gejala ini adalah sebuah tanda bahwa secara keseluruhan (tubuh dan jiwa) secara aktif berjuang melawan pengalaman traumatis tersebut. Pemicu dan petunjuk berlaku sebagai sebuah pengingat trauma, dan dapat mengakibatkan anxiety dan emosi-emosi yang berkaitan dengan itu.

Seringnya, seseorang dapat sama sekali tidak menyadari apa bentuk pemicu itu. Dalam banyak kasus, ini dapat mengakibatkan seseorang menderita traumatic-disorder yang akan mengacaukan mekanisme seseorang dalam mengatasi masalah. Kecenderungan untuk membentuk sebuah mekanisme self-destructive sangat besar.

Akibatnya, emosi dan perasaan yang intense akan sering muncul, kadang dalam situasi yang tidak terduga, karena selalu merasakan bahaya selalu ada. Memori-memori "gelap" seperti pikiran-pikiran, flashback, dan imaji-imaji dapat menghantui dan mimpi buruk sering timbul. Insomnia dapat terjadi sebagai akibat rasa was-was yang menghantui seseorang akibat rasa takut dan tidak aman akan datangnya bahaya.

Dengan berjalannya waktu, seseorang akan mengalami keletihan emosi, yang menjurus ke distraksi dalam berpikir. Emotional detachment, atau disosiasi atau "numbing out" dapat sering terjadi. Pemisahan diri dari emosi yang menyakitkan termasuk mati-rasa terhadap semua emosi. Seseorang kemudian akan terlihat datar secara emosional, dan menjauh. Seseorang dapat merasakan kebingunan dalam situasi sederhana.

Beberapa individu akan merasakan kerusakan secara permanen karena gejala-gejala trauma yang tidak dapat lepas, dan mereka tidak percaya bahwa situasi akan membaik. Ini akan membawa mereka ke keputusasaan, kehilangan rasa percaya diri, dan depresi yang akan sering terjadi. Jika aspek-aspek penting dalam diri dan dunia seseorang telah dilanggar, seseorang akan mempertanyakan identitas mereka sendiri.

Menterjemahkan ini membuat saya bertanya, lalu bagaimana membuat luka jiwa ini bisa sembuh? Mungkin banyak jawaban yang bisa diberikan. Dan mungkin - mungkin jatuhnya bisa sangat klise. Tapi disaat yang krusial seperti ini, saya meng-google masukan yang lain mengenai trauma. Dan ini yang saya dapatkan.

Sepanjang hidupnya Musa mengalami banyak trauma. Sebagai seorang bayi ia sudah menanggung trauma bangsanya. Ia disembunyikan di semak-semak tepi sungai sebab semua bayi bangsa Israel akan dibunuh. Kemudian jati dirinya disembunyikan dengan cara berwajah serta berjubah pangeran Mesir. Setelah itu ia kembali ke jati diri semula dan dengan begitu ia kembali ke trauma bangsanya. Itulah yang diperbuat Musa dengan segala traumanya. Ia tidak mempersalahkan diri maupun orang lain. Ia tidak menyesali diri. Ia tidak mengekalkan trauma namun juga tidak melupakannya. Yang diperbuat Musa adalah menempatkan traumanya dalam kerangka yang lebih luas, yaitu dalam kerangka trauma orang lain dan trauma umatnya. Ia ikut merasakan trauma umatnya. Lukanya bukan hanya luka seorang diri, melainkan luka bersama.

Memang kembali ke pendekatan masing-masing agama, dan ditambah dukungan emosional dan orang-orang terkasih bisa sangat besar akibatnya. Luka trauma memang susah sembuh, tapi bisa sembuh.

Semoga informasi ini bisa sedikit banyak membuka mata jiwa kita ya..
© frettyaulia, Aug 2008


July 25, 2008

Speaking of (my) Super Heroes

Because of my recent euphoria of The Dark Knight, I instantly have the fever of wanting to write my views about Super Heroes. Of course that is the super heroes that I am familiar with. Which is not much.

I am going to narrow my entry only for American Super heroes. And by that I mean excluding the famous Goggle Five. Which was one of the greatest heroes for me. In fact I went to their show back in Jakarta when I was a kid. And I had a blast time. So anyway, let’s skip Goggle Five for now.

I am not a super hero comic fan per se; I never follow their growth by reading their story from the original comics. But I know by pieces about some of the greatest super heroes characters of all time. Dated a super heroes freak, I then found out that there are two greatest publishers of great super heroes comic books. There is DC who published Superman and Batman. And there is Marvel Comics who published Spiderman, Hulk and X-Men.

First my knowledge of super heroes was introduced by Superman. Who doesn't know him? We all were raised with the notion of Superman. Even long ago when I was a kid there was a chocolate bar (or what we called wafer) with Superman picture on it (I guess only children that were raised in the 70s or 80s that would likely to remember this bar!) I used to read a few Super heroes comics, but I can honestly say that I didn't find Superman as an interesting character for me. In my mind he is a wise guy. He can do no wrong doings. A perfect guy. Even if he does a mistake, people tend to forgive him. Why? Because after all he IS Superman. He has all the Super powers that anyone would want to. He can fly. He can see through massive walls. He can burn. He can freeze. He can lift immeasurable things. He is just damn perfect. Even if he is mad or upset of something, we would easily to understand that. We forgive him of the fact that he is a drifter from an outside planet, he doesn't have any family and friends, and he is a loner, a quiet guy. He pretends to be a Clark Kent to hide his natural soul as a Superman. He is in love with the perfect woman there is. And Lois Lane I think is the soul of Superman. And Clark Kent's love of his life. And that's it. Too white for my liking.

The second is Spiderman. Ah, back in the days I read quite of many Spiderman comics. Simply because I used to fall in love with this dude. Why? Because he is real. Skip the yada-yada spider contamination he had. Skip that. Focus when he used his super power to gain money. HAH! Realistic Parker! And again for what the money he needs? Just to impress a girl. HAH! Men - they would try everything to woo a girl that they like. Peter Parker is an everyday guy character that you could easily find in your high school, your work place, your book store, your neighborhood. He is a standard guy. A standard guy who wants everything - love, success and fame. Simple. And so real. So when he realized that he had the power that he could use for his benefits, he used it. He fed his ego first. Unlike Superman with his first instinct to save the human kind. No. Peter Parker or Spiderman just want to feed his ego first. By gaining money to support his aunt and uncle. To impress a girl that he likes. Somehow this side of Spiderman is the one that I think so interesting. Even after he eventually marries the girl of his life, everything doesn't go smooth. If you read the comic, you would likely to see MJ gets worry too much, and Peter really finds it hard to juggle between his night life as a Spiderman and day life as a photographer. For my taste he is it. He is honest and honesty is a very rare commodity these days.

Then is Hulk. Back when I was a kid, I used to watch the Series. I never like his figure per se - too big and fat. But his flaws were the ones that drag me in. Hulk or what we used to know as Dr. Bruce Banner is just a regular doctor. Who I think doesn't know how to manage his anger. Because if he can manage his anger, then anger wouldn't be his trigger for his transformation. That is oddly humane. And again the thing that would likely drawn me. I never read comic book about Hulk. But when it comes to motion picture, it hit me how Hulk really is one vulnerable man inside. He can't control his anger when he was Dr. Bruce Banner. Too many depressed angers.

At last my knowledge ends for now at the gate of Gotham City. Batman and his money. Couldn't be more attractive! He is dark, he is a player. Although deep beneath that thick skin lays an unbelievable delicate soul. He may be rough on the edges but he is way more than irresistible. I started my liking to Batman because of the TV series. Of course you all would know back in the times of Batman and Robin hit the TV screen. With that old school outfits. (God it felt like yesterday). I almost never skip an episode. I was a fan of Robin. But when Christian Bale made his way to be Batman, my love for Robin ended. I think the best Batman captured in Bale. Anyway, many of the people I know don't think Batman as a super hero because he wasn't gifted with the ability of super power. Like I said, he doesn't get contaminated or get nuclear injection or some sort of biological experiment that he later on have the conquest to fight the bad guys. But he owns the city. What more super power can you get in this harsh life? Let's be real, have you ever crossed path with a real man who gets contaminated and later on has super power? I mean in this world? You haven't right? Although I am not saying that people couldn't get super power from contamination. But it doesn't happen in any day sooner right? So voila, Batman is the super hero of this era for me. Fighting crime by "injecting" money to the scientist to make super equipments. Kind of like James Bond in a bold way.

In my super heroes education, villains of those super heroes are always the main attraction of the story. Oh my God I am in love with Lex Luthor. Odd to remember, I never have that sensation to a villain of Spiderman or Hulk or any other super heroes. With the exception of Joker of course. And Catwoman! (Talk about feminism!) Ah since this entry is not about villain, lets the raise this case some other time.

Speaking super heroes sometimes could make others think that you are still a kid. But frankly speaking we all are. As for me, speaking and even taking the time to google them and learn them could lead you to another whole dimension of inspirations. These fictions inspire me. In a sense that you would likely to think I am a cuckoo. But Superman taught me that even the best of people are allowed to make mistakes. Spiderman taught me that you have to be honest to your most loved one. Batman taught me that sometimes doing good doesn't mean the same for others. And Hulk, taught me that depressing angers could kill. Oh well, indeed after all I am a kid!
© frettyaulia, 25.07.08

July 7, 2008

tak bisa menulis dan cepat bosan membaca

Sepertinya saya selalu lebih condong mempunyai minat lebih besar terhadap gambar - imaji - lukisan - patung - film atau apa saja yang tidak melalui bentuk kata-kata tertulis. Minat sih ada (besar sekali) untuk menulis atau membaca. Tapi bosannya itu loh, lebih cepat datang daripada misal mengambil kamera dan mencari subjek atau bikin sketsa awut-awutan.

Ada beberapa waktu saya suka nongkrong di depan monitor komputer, menulis sekenanya. Gak penting juga sih, cuma lagi ingin saja. Itu juga tidak terhitung sebagai puisi, karena saya bukan puisiwati (inilah saya, punya kecenderungan menciptakan terminologi sendiri). Atau tiba-tiba menulis satu dua kalimat di buku coret-moret jurnal. Tapi ya segitu saja. Sekedar curhat.

Bulan lalu, saya tiba-tiba mengambil keputusan untuk "mendalami" hal perihal puisi. Itu juga bukan mendalami sih, lebih tepatnya mencemplungkan diri ke kolam besar penuh ikan-ikan yang rasanya menarik. Salah satu teman kantor saya mengenalkan saya ke salah satu oknum yang notabene aktif di perkancahan sastra Indonesia (bukan begitu mas Dedy?). Mas oknum ini bersama teman-temannya mengadakan apa yang dikenal Malam Reboan, malam sosialisasi (itu term saya loh) para puisiwan-puisiwati dan prosawan-prosawati. Suatu ketika, saya melihat status Yahoo Messenger Mas oknum berubah menjadi "berminat membaca puisi?" (atau semacam itulah, saya lupa!). Saya yang mudah penasaran (kecuali dengan hantu dan teman-temannya) langsung bertanya perihal statusnya itu. Pendeknya, tiba-tiba saya mendapati diri saya HARUS membaca puisi di Malam Reboan. Dan alangkah lebih baiknya bila itu puisi sendiri. Halah!

Jadilah saya membaca puisi, ciptaan sendiri, yang jujur katro dibanding semua pembaca puisi Malam Reboan kala itu. Dan itu membuat saya berpikir. Betapa sulitnya bagi saya untuk berbicara dalam bentuk tulisan ketimbang dalam bentuk gambar atau imaji. Apalagi puisi yang berbicara bagi semua orang. Sekelas C. Anwar (saya cuma tahu satu dua karya beliau, tapi siapa sih di Indonesia ini yang tidak tahu dia? Dan Krawang Bekasi-nya?)

Seseorang pernah berkata pada saya, menulislah untuk dan dari halayak banyak. Secara tersirat, ia menginginkan saya bisa menulis sesuatu yang bisa menjadi inspirasi banyak orang. Bukan sekedar numpang curhat. Yang saya akui dan rasai, semua tulisan penting-gak penting saya yang bertebaran di komputer rumah, flash disk, dan buku adalah cuma curhatan belaka. Terlalu "lokal" dan tidak bisa diserap semua orang.

Membaca juga begitu ceritanya. Hanya satu - dua buku yang membuat saya terpincut dan merasa harus menyelesaikannya. Dulu waktu masih sekolah, semua buku yang pernah saya baca rata-rata selalu sampai halaman terakhir. Mungkin karena masih dibangku sekolah, ingetnya ajaran guru dan dosen yang selalu bilang "baca dulu sampai habis, baru bicara!" Sayangnya kebiasaan itu menghilang karena tiba-tiba bisa bilang ke diri sendiri "hey I got the point already - now stop bored me!". Walau seringnya merasa berdosa karena ingat kata guru dan dosen dulu.

Masih ada banyak buku di kamar saya yang semuanya belum selesai dibaca. Belum lagi daftar buku yang saya ingin baca dan punyai. Wuih, kalau ingat itu, jadinya mau tidur saja. Atau lari ke kamera pinjeman untuk mencari subjek sendiri. Atau menonton film dan mereviewnya sendiri (lagi-lagi untuk diri sendiri, kapan bisa memberi inspirasinya kalau yang diberi makan cuma sendiri dan teman dekat?).

Intinya, saya merasa saya tidak bisa menulis. Dan cepat bosan membaca. Bagi saya ini tentu saja bukan perihal yang sehat. Karena untuk menjadi manusia yang bijak, kita harus bisa belajar dari banyak hal. Dan bisa menjadi inspirasi bagi yang lain, membuka gerbang ide untuk semua orang. Jadi alangkah lebih baik bila saya bisa melihat dunia ini dari 1000 sudut, termasuk sudut yang sulit dijangkau. Dan sudut yang sulit dijangkau bagi saya sekarang ini adalah menulis dan membaca. Menulis bukan atas dasar cuhatan belaka, dan membaca untuk mendidik diri sendiri. Hum...mari bantu didik saya!
© frettyaulia, 07.07.08

July 3, 2008

ada apa dengan Yudas?

Ini cuma sekedar pertanyaan semu belaka yang singgah sekian detik di kepala..uhm..semua orang tahu soal prinsip Ying dan Yang, hitam putih, kanan kiri. Jadi kepikiran soal Yudas Iskariot gara-gara melihat puisi teman. Kenapa ya Yudas sedemikian pengkhianatnya? Pernah terpikirkah kita kalau dia juga manusia? Pasti ada satu dan dua emosi yang putih, yang kanan, yang Ying dari dirinya kan..Kira-kira apa ya itu?

Hum jadi ingin meng-google beliau.
frettyaulia, 03.07.08

June 25, 2008

awalan panggilan "Bejo!"

Bejo. Itu panggilan yang telah menempel pada diri saya sejak saya berumur 13 tahun. Banyak sekali teman-teman saya yang selalu bertanya kenapa saya dipanggil Bejo. Karena untuk nama seindah Fretty Carolina Aulia, bisa pindah stir ke nama sesederhana seperti Bejo. Ibu saya selalu merasa keberatan kalau ada yang memanggil Bejo - atau ada yang menelpon ke rumah mencari Bejo. Lebih takjub lagi di usia saya yang setua ini, masih ada yang memanggil saya Bejo. Banyak yang mengira saya dipanggil Bejo karena saya suka bengong jorok. Yang akhir-akhir ini saya iyakan saja. Ada beberapa yang bilang Bejo artinya beruntung. Mungkin iya mungkin tidak. Tapi sesungguhnya si Bejo lahir bukan karena kedua alasan itu.

Saya tidak ingat persisnya kapan, tapi semua itu bermula ketika saya berteman dengan salah satu anak baru di SMP saya belajar. Imas, si anak baru, pindahan dari Semarang. Yang kebetulan rumahnya waktu itu berada di belakang rumah saya.

Saya selalu sulit untuk berteman. Tidak bisa dilabel sebagai seorang yang anti sosial karena saya juga punya beberapa teman dekat. Tapi dilabel sebagai seseorang yang "easy going" juga tidak cocok karena saya tidak semudah itu menghancurkan dinding pribadi saya. Lebih tepatnya mungkin saya cenderung "people pleaser" karena ada keinginan dalam diri yang ingin selalu bisa diterima semua pihak. Yang merupakan salah satu alasan si Bejo lahir ke dunia.

Imas, si anak baru adalah salah satu mahluk gaul di SMP saya kala itu. Entah bagaimana caranya, si anak baru ini bisa menguasai pergaulan seantero kelas 2 di SMP saya. Tidak ada yang kenal Imas, dan tidak ada yang Imas tidak kenal. Mungkin karena perawakannya yang lucu dan menyenangkan sehingga tak ada yang tidak suka Imas. Termasuk saya.

Sejak kelas 1, saya termasuk anak sekolah yang sedikit kutu buku. Saya bendahara kelas, saya rajin mengerjakan PR, tingkat bahasa Inggris saya waktu itu termasuk luar biasa sehingga guru bahasa Inggris saya kewalahan dengan jumlah kosa kata yang saya punyai cukup banyak untuk ukuran anak kelas 1 SMP. Intinya saya anak yang terlalu baik, pulang sekolah langsung pulang. Kerjakan PR dan pergi les Organ. Saya tak punya teman dekat yang bisa saya hubungi setiap waktu dikala saya sedang senang atau sedih. Saya punya teman, tapi hanya sekedar itu saja. Intinya terdapat keinginan dari diri saya untuk mempunyai teman dekat. Lalu tiba-tiba entah darimana Tuhan menjadikan Imas sebagai salah satu teman dekat saya.

Ternyata Imas yang gaul ini, adalah anak yang super pandai dan super briliant di sekolah saya waktu itu. Kecepatan dia mengerti pola alur soal matematika dan fisika cukup membuat semua orang minder. Dan bahasa Inggrisnya yang tidak bisa dibilang katro. Teori saya tentang anak gaul bukan anak pandai hancur seketika waktu itu. Dan terlebih hipotesa sementara saya soal anak gaul adalah anak yang sombong juga tidak bisa dibuktikan hasilnya. Mungkin Tuhan sedikit muak dengan tingkat keanalisaan saya itu, sehingga Ia memberi bukti bahwa ada ternyata manusia berkelas seperti Imas di dunia ini.

Suatu siang, di kelas olahraga ketika siswa-siswa laki-laki sibuk bermain basket; saya, Imas dan satu teman kami sedang berbincang-bincang. Teman kami ini mempunyai aksen Jawa yang sangat kental. Lalu saya bertanya "kenapa sih aksen elo ketara banget?". Ia menjawab "aku dulu pernah sekolah di Jawa". Dan ia menambahkan "dulu dipanggil Bejo gara-gara itu". Spontan saya menjawab "Bejo? lucu banget!". Imas terkejut dan berkata "Oke mulai sekarang elo gue panggil Bejo ya?". Saya tersenyum dan menjawab "OK!".

Lalu dalam waktu setengah hari, hampir seluruh kelas 2, memanggil saya Bejo. Dan dalam waktu satu bulan, saya menjadi mahluk gaul di SMP saya.

Imas tak lama tinggal di Jakarta. Karena setahun kemudian dia kembali pindah keluar kota bersamaan dengan ayahnya dipindahtugaskan. Saya merasa kehilangan salah satu teman dekat saya waktu itu. Saya merasa bersyukur bisa bertemu beliau, karena benar-benar nama Bejo itu selalu menghancurkan es di awal-awal perkenalan. Berkat Bejo, saya jadi mulai mudah bersosialisasi. Walau itu tidak berarti saya selalu sulit bersosialisai, tapi si Bejo memudahkan banyak jalan itu. Dan Bejo bahkan kadang menyelamatkan rasa tidak nyaman saya terhadap beberapa orang. Saya sudah lama tidak bertemu Imas, terakhir kami bertemu ketika saya berada di bangku SMA. Sudah banyak yang berubah dari diri saya waktu itu, dan banyak yang tidak berubah dari diri Imas. Sehingga pertemuan kita waktu itu sedikit kaku. Jujur saya sebenarnya saat itu merasa tersanjung karena Imas sebegitu ngototnya ingin bertemu saya (menurut pengakuan salah satu teman saya). Mungkin saya waktu itu merasa minder karena Imas telah menerbangkan sayap kepandaiannya itu. Dan saya (merasa) masih tersangkut dengan kemampuan saya yang begitu-begitu saja. Jika saya bertemu dia kembali, saya ingin mengucapkan banyak terima kasih. Dan betapa beruntungnya saya melahirkan si Bejo. I owe you big, Mas. (aduh saya jadi ingin menangis...)

© frettyaulia, 25.06.08