February 13, 2008

merasa bodoh


Sigh... memang beberapa orang terlahir untuk menjadi tolol, atau menyusahkan orang lain, atau menginjak-injak hak orang lain, atau mendiskriminasi orang lain, atau membuat orang lain ikut-ikutan menjadi bodoh. Mungkin sudah menjadi sifat genetis mereka untuk menjadi bodoh dan "mengajak" seluruh manusia menjadi bodoh.


Seperti seseorang yang bernama Niken. Yang saya predikisikan seusia saya. Sama-sama wanita diumur 20-an. Mungkin diakhir umur 20-an. Yang pasti, tebakan saya, dia tak jauh berbeda umurnya dengan saya. Tapi yang pasti, dia JAUH tidak punya aturan dan tata krama dibanding saya. Yang dengan seenaknya saja menjatuhkan martabat profesional saya.

Jadi, Mba Niken ini adalah seorang klien dari perusahaan tempat saya bekerja. Dia adalah sekretaris pribadi atau mungkin juga bisa disebut sebagai asisten pribadi dari sebuah direktur perusahaan hardware. Perusahaan hardware ini telah sekian lama menyewa tempat dari perusahaan saya. Singkat kata, perusahaan saya adalah perusahaan jasa - yang menyewakan area kerja bagi para perusahaan, yang rata-rata adalah perusahaan baru, perusahaan representatif, dan LSM.

Pada bulan ini, perusahaan Mba Niken akan pindah ke area yang lebih besar. Dan jauh hari mereka telah memberikan konfirmasi kepada saya bahwa mereka segera pindah.

Sebagai seorang pekerja, saya melihat kesempatan untuk menawarkan area itu ke perusahaan lain yang berminat. Dan kebetulan memang ada. Maka kemudian saya memberanikan diri menawarkan kepada pihak lain. Karena mengetahui perusahaan Mba Niken ini akan segera pindah.

Tiba-tiba, saya mempunyai ide untuk mengkonfirmasi kembali. Walau saya tahu, konfirmasi terakhir yang saya terima itu sangat valid, tertulis dan ditanda-tangani langsung oleh atasan Mba Niken. Mungkin Tuhan memang meminta inisiatif saya saat itu dengan maksud, karena ternyata perusahaan Mba Niken membatalkan kepindahan yang dijadwalkan keesokan hari itu.

Karena terjepit dengan inisiatif saya, saya pun bertanya kepada Mba Niken kapan waktu yang pasti mereka akan pindah. Lalu dengan mudahnya Mba Niken menjawab bahwa semua serba belum pasti. Dan kepindahan itu masih tentatif. Menurut info yang dia terima dari atasannya, mereka akan pindah suatu waktu di minggu depan. Bila tidak, berarti minggu depannya. Bila juga tidak, minggu sesudahnya. Terus terang, ini bukan jawaban yang aman untuk perusahaan saya. Sehingga saya, sekali lagi, berinisiatif untuk menghubungi atasan Mba Niken untuk mengetahui waktu yang jelas. Beberapa menit setelah saya mengetahui jawaban dari atasan Mba Niken, saya menerima makian dan teriakan tiada terkira dari Mba Niken.

"Pokoknya kalau urusan kantor, jangan hubungi Pak Santoso. Semua berita harus diforward ke saya. Pak Santoso itu sibuk, dan dia sudah menugasi saya untuk segala perintilan ini-itu. Saya kan sudah bilang ke resepsionis, kalau ada apa-apa, saya yang bertanggung jawab."

Saya terus terang kaget, marah dan kecewa. Atasan Mba Niken, selama berbicara kepada saya, tidak pernah mengucapkan bahwa Mba Niken yang seharusnya saya tuju. Tidak pernah mengucapkan tidak perlu menghubungi beliau langsung. Dan dengan suara tinggi, Mba Niken telah dengan mudah dan indahnya menjatuhkan martabat saya. Yang saya sesalkan bukanlah isi dari apapun yang dia katakan, tetapi lebih kepada CARA dia mengatakan. Bagi saya, dalam dunia kerja, ada yang namanya tata krama berbicara. Yang hakikinya mungkin lebih kaku daripada tata krama berbicara dengan teman kita atau keluarga. Menurut saya pribadi, bilapun Mba Niken tidak menyukai inisiatif saya untuk menghubungi atasannya, adalah lebih sehat akalnya kalau cara dia mengungkapkan ketidak-sukaanya itu dengan cara yang bermartabat. Dan berpendidikan. Berbicara dengan suara tinggi melengking di telepon adalah bukan tindakan yang bermartabat, berpendidikan. Dan saya pun bukannya semakin segan tetapi semakin tidak menghormati dia. Argh!

Semua teman-teman saya mengatakan bahwa Mba Niken hanya mencari kambing hitam, karena mungkin Pak Santoso sendiri telah menghubungi dia dan menerima kritikan soal kinerja kerja dia. Yang membuat saya kecewa bukanlah karena makian Mba Niken seluruhnya. Tetapi karena saya sama sekali tidak membalas makian itu, dan tidak membuat keadaan lebih keruh lagi antara saya dan Mba Niken. Saya merasa saya tidak membela saya sendiri didepan Mba Niken. Saya merasa bodoh. Bodoh karena dengan kaget, marah dan kecewanya, saya hanya menjawab oke kepada Mba Niken. Dimana letak otak saya? Apakah saya bodoh karenanya?

What the fuck was I thinking?

Rasanya saya mau menampar pipi Mba Niken waktu itu, menjambak rambutnya, merobek rok hitamnya, dan meludahi dirinya didepan semua orang. Tidak bisa dipungkiri, saya pun mencari simpati disana sini dengan menceritakan kemarahan saya ke semua teman-teman kantor. Status di YM pun berganti menjadi "fuckkkkkkkkkkkkkkkk". Ada api dihati, dan terpikir untuk segera menelpon Pak Santoso untuk mengadu semua keluhan saya. Namun buat apa? Untuk cari muka? Buat siapa? Buat saya? Toh harganya tidak seberapa dengan emosi yang ada dihati.

Jadi disinilah saya, menumpahkan segala kekesalan secara tertulis setelah panjang lebar saya ceritakan berapi-api ke semua teman-teman. Buat apa?

Agar saya puas.. (tapi kok rasanya masih belum puas... bodoh)



© frettyaulia, 13.02.08

2 c o m m e n t s:

prabhamwulung said...

OH.... that is life, friend.. sometime shit happens, sometime biggest shit does...
just do the live to the fullest and when meet the end, you will know you do the best as God take the rest

cheapdrunk said...

hey it is so NICE to see a friendly comment..i will save your link bhamce! :P