February 25, 2008

sebait saya yang dulu..

Senin pagi hari ini, dibawah selimut yang hangat, dan udara mendung, saya mendapati diri saya malas. Rasanya seperti tidak punya hasrat untuk bangun dan melaksanakan segala macam printilan yang terasa tidak penting. Mungkin ini lebih baik daripada bangun pagi dan menelanjangi diri dibawah shower hanya untuk menangis untuk segala hal-hal yang menyakiti hati. Yah itu mungkin lebih baik, karena saya tidak merasa sedih atau mempunyai keperluan untuk menangis.

"Lima menit lagi deh...lima menit lagi..." Itu yang ada di kepala saya. Berulang-ulang saya lakukan, sehingga dari yang tadinya saya bangun pukul 6.38 menjadi resmi bangun pukul 7.45. Sudah sangat terlambat, dan saya tidak bisa jujur kepada HRD dan atasan saya. Sehingga sebuah smspun saya kirimkan. "Pak-Mbak, maaf hari ini telat lagi. Banjir.." Jahat memang, menjustifikasi keadaan saya dengan banjir yang notabene bukanlah bahan yang bisa dijadikan alasan. Tapi, oh well, I don't care.

Ketika akhirnya saya menyadari bahwa ada salah satu pekerja di kantor saya yang juga tinggal di area yang sama dengan saya, saya pun memutuskan untuk mandi. Sedikit panik karena takut kebohongan kecil saya itu ke-blow up. Jadinya upacara tiap pagi dengan pemilihan bajupun terasa singkat. Biasanya dibutuhkan sekitar beberapa lemparan baju untuk saya yakin apa yang saya mau pakai. Mba Kokom-pembantu ibu saya di rumah, sudah cukup tahu dengan kebiasaan saya itu. Karena tiap pagi, saya selalu lari bertanya padanya apakah cara saya berpakaian berlebihan atau tidak (Lucu, ini membuat saya tersenyum).

Ditengah-tengah hiruk pikuk memakai body-lotion, deodoran, bedak, dan parfum, saya membuka laci meja kecil disamping tempat tidur. Saya baru ingat bahwa kondisi isi dompet saya sudah menipis, dan didalam laci itu ada beberapa lembaran 50 ribuan. Ketika saya ingin mengambil lembaran-lembaran itu, saya terkesiap menemukan jurnal saya yang lama. Bukan jurnal "jurnal" yang biasa ada di permulaan kisah-kisah penting. Atau jurnal "jurnal" yang bisa dibeli di toko buku - toko buku terdekat. Jurnal ini lebih kepada buku kecil yang rapuh. Kertasnya terbuat dari kertas recycle, dan ukurannya yang cukup kecil untuk ukuran jurnal.





Saya adalah orang yang bisa sangat rajin untuk melakukan sesuatu, dan bisa sangat malas. Dan dalam menulis jurnal, ada fase on-off yang saya lalui. Untuk jurnal yang ada di laci saya itu, adalah jurnal yang sangat saya simpan. Karena kala menulis jurnal itu, adalah waktu dimana saya pertama kali benar-benar belajar soal cinta.

Membaca jurnal ini dalam perjalanan saya ke kantor, membuat saya mengingat kembali diri saya yang dulu. Dan mau tak mau. membuat saya membandingkan saya yang sekarang dengan yang dulu. Dalam tiap tulisan yang saya baca, masih ada segelintir bait yang menyerupai karakter dan keadaan saya yang sekarang. Bahkan bila sudah bertahun-tahun saya ber"evolusi". Inilah segelintir itu.





Saya akhir-akhir ini mengalami gejolak emosi yang luar biasa kalutnya. Ingin rasanya dipeluk dan di"aman"kan, bahkan hanya untuk 5 menit saja. Namun rasanya itupun terasa mustahil. Hanya segelintiran tulisan inilah yang memeluk saya dengan caranya yang aneh. Mungkin inilah perlunya jurnal itu. Sehingga ketika kita jatuh di kondisi yang sama, kita bisa mengingat kalau kita pernah mengalaminya dan pernah berhasil melewatinya.

© frettyaulia, 25.02.2008

4 c o m m e n t s:

prabhamwulung said...

lha terus jadinya telat ngga?

cheapdrunk said...

hahaha! bisa aja loh bham...pastinya telat kali, sambil mengantuk di taksi, sampai kantor jam 10..ckk.ckk..

miss_e said...

jeung..the journal looks cool..terutama yang bagian coret2nya..terasa elo banget gt :D

cheapdrunk said...

ya iya dong ah...jadi ingin berjurnal lagi nih..