March 26, 2008
March 25, 2008
ini karma apa bukan ya?
Kira-kira diawal tahun 2006, pacar atau ttm saya waktu itu memutuskan hubungan secara tiba-tiba. Tidak kira-kira, dia memutuskan saya di hari ulang tahun saya. Sebenarnya mungkin kalau ditelaah kembali, waktu itu saya dan dia memang sedang berada di mood yang kacau. Sehingga keputusan untuk putus mungkin bisa datang karena impuls saja. Karena saya merasa seperti itu, saya berusaha menghubungi dia dan "try to patch things up". Tetapi berulang kali saya coba hubungi via telpon, via e-mail, via temannya, semua seakan tidak digubris. Bahkan saya berbicara lewat karya-karya fotografi saya (yah yang sangat amatiran itu) kepada beliau, untuk menarik secuil simpati. Tetapi sungguh, saya merasa saya hanya sekedar semut kecil. Sebagai semut kecil, saya merasa sangat suicidal. Waktu itu tiba-tiba saya punya kekuatan untuk mengakhiri hidup saya. Saya mulai tidak punya nafsu makan, rambut saya mulai rontok, dan saya malasnya minta ampun untuk kerja. Saya mulai suka menangis dipagi hari sebelum kerja, dan sesudah kerja. Saya suka terbangun jam 3 pagi hanya untuk melihat plafond diatas tempat tidur saya. Dan saya benar-benar tidak punya rasa apapun untuk yang namanya mahluk pria. Halah! Klise memang, tapi ini salah satu pelajaran hidup yang saya treasure sekarang.
Satu hal yang mungkin bisa saya bagi sekarang, konyolnya bila diingat lagi, dia memutuskan saya karena memang bagi dia saya ini cuma selingkuhan saja. Saya berikan segalanya yang ternyata selama itu dia telah menduakan cinta saya. Dan yang lebih bodohnya, kata putus itu terlontar dari dia dan bukan saya. Dan lebih lebih bodohnya, yang mengejar untuk kembali bersama adalah saya. Gila betul ya, saya memang bodoh sekali waktu itu.
Setelah setahun lebih saya menjadi monster pembenci hidup dan pria, saya akhirnya menjadi lebih kuat dan sinis melihat cinta. Saya mulai menjadi sarkastis melihat segala aspek. Walau sebenarnya saya masih percaya dengan mukjizat cinta. Dan memang, Tuhan menekan tombol “percaya cinta” kembali dalam diri saya. Sehingga saya bisa berdiri dan mencintai kembali seseorang.
Tiba-tiba, jreng jreng, si lelaki brengsek mengirim e-mail yang isinya ingin kembali bersama dengan saya. Waduh! Dengan kata-kata “Tidak ada wanita yang se-passionate, sebaik dan se-setia seperti kamu” dia berusaha mendapatkan saya kembali. Waktu saya baca itu, saya tertawa. Bahagia rasanya karena sudah impas sekarang. Sakit yang saya lalui dulu dibayar lunas dengan keinginan dia untuk kembali. Waktu membaca e-mail itu, saya ingin sekali menulis “Kemana aja lo nyet? Sekarang aja elo nyari-nyari gue. Bah, basi kau!”. Tetapi saya cuma menjawab “Sorry, I am in a committed relationship now. And I think I don’t have to tell you in details about my life.” Haduh saat membaca kembali balasan saya itu, saya merasa menjadi manusia paling keren di dunia. Dan seakan merasa sangat malu, si lelaki brengsek itu pun menjawab “Beruntung sekali pria itu.” Cuma urat malunya bertahan sebentar, karena beberapa kali dia berusaha menghubungi. Semakin dia menghubungi, semakin impas rasanya bagi saya. Saya menemukan kesenangan tersendiri untuk menganggap dia tidak ada, sama seperti dulu dia tidak menganggap saya ada.
Ah Tuhan itu maha adil bukan begitu? Sesakitnya mungkin luka yang saya hadapi dulu, ternyata Tuhan tidak menutup mataNya. Dan itu dibayar lunas dengan hukuman yang Tuhan berikan kepada si lelaki brengsek itu. Seperti kata teman baik saya “Girl, it is his lost if he treated you so bad.” Itu menjadi derita dia karena telah kehilangan saya.
Karma atau bukan mungkin saya tidak tahu. Yang pasti kisah ini selalu menjadi pembatas buku bagi saya untuk mengingatkan saya bahwa Tuhan itu maha adil. Atau seperti kata seseorang; ada sebab dan ada akibat. Apa yang kamu tanam itu yang kamu tuai.
© frettyaulia, 25.03.2008
March 24, 2008
sudut sudut kamar mandi
Sambil mendengarkan lagu yang saya pasang melalui radio yang saya bawa ke kamar mandi, atau handphone saya (yang akhir-akhir ini sering melantunkan lagu-lagu mas-mas Radiohead) saya pasti akan menyikat kamar mandi kalau saya sedang kalut berat. Atau duduk diatas wastafel yang tepat didepannya ada cermin besar sambil merokok sebatang. Atau yang ekstrim, ngejogrok dibawah deras shower sambil mencuri-curi merokok. Lucu saya tiba-tiba ingat, kadang saya juga sok-sokan jadi superstar kalau tidak ada rokok atau kamar mandi habis disikat pembantu. Saya akan lari kesana kemari, lompat tinggi-tinggi, dan teriak-teriak seperti habis kemalingan – yah biasalah.. “ngarep” jadi bintang.
Biasanya setelah menyikat kamar mandi, atau duduk diatas wastafel dan merokok atau terjangkit sindrom superstar, barulah saya menghampiri keran shower saya untuk mandi. Dan biasanya kacamata saya itu masih “on” didepan mata. Sehingga tidak sekali dua kali, saya mendapati diri saya masih memakai kacamata dibawah aliran shower. Dan dikala saya sadar, kacamata saya itu membuat saya tertawa. Atau setidaknya tersenyum. Walau hanya untuk sesaat, saya lega bisa lepas dari pikiran-pikiran saya yang tidak menentu.
Jadi kalau mau tahu isi pikiran saya yang tidak menentu, resapi saja kamar mandi saya. Seandainya Tuhan mengizinkan sudut-sudut itu berbicara sekehendak mereka, mereka pasti akan berbicara banyak hal. Dari yang memalukan, sampai yang menitikan air mata.
© frettyaulia, 24.03.2008
mica tanto
you led me to believe yet you broke your own words.
so i gather up the pieces of little holes that i thought i would never have.
i am back at the similar crossroad i used to face.
mi fa insospettire quando tu dici bugie.
mi fa male.
non ne voglio piu'.
non ne posso piu'.
© frettyaulia, 24.03.2008
March 18, 2008
(buka kacamata anda saat membaca ini)
March 17, 2008
You knew this story already, boy.
Let me tell you about the tale of my heart.
I guess I will never know precisely when it was here.
If one guesses since I was born, my heart was there already before.
Funny though, I can not even describe the size, the shape and even the smell.
I can only feel it.
It feels like a thundering storm in late midnight when it is mad.
It feels like a hot breezy summer day when it is happy.
It feels like digging the earth to place your dead body when it is broken.
It feels like a blank erased page when it is empty.
It feels like a roller coaster when it is in love.
My heart is like a secret garden that has a gate.
There is a peep-hole right in front of it if anyone cares to see.
However, sometimes I shut it so I can choose who I want to be seen.
The gate is so tall, that the knob is not easy for anyone to reach.
It is so heavy to swing, to let anyone remember how hard it is to be inside.
But it is not made of iron, where anyone can leave marks and erase it later.
There lie holes that took time to be patched with new memories.
Sometimes they are just numb to even feel the worst pain.
But sometimes those patches would go broken, and I have to re-patch it again.
And what that happens, I would just paint on my heart a new hope to crave.
So that maybe those holes will be like an artistic addition to it.
So that there would be a reason for them to be there.
The thing about my heart, it can be as hard and layered like a diamond.
But it can be as fragile and seen-through like a glass.
So then I only give the key to enter to the ones I need.
Ah the key..
There are some that have it without me even give it.
They just had the key even before I have the power to give them.
I don't have the ability to reject or take my key from them.
Because they are the ones that clinging into my blood.
My family has been inside and playing with my heart.
And I can only let them be, even if sometimes they play with it like a toy.
There are also some that I have the power to choose.
To give my key to the people that matter the most.
I have the right to take back my key when they used me.
Some best friends, that stabbed me from behind no longer had the key.
Some ex-lovers had their name engraved and couldn't be erased, they may have lost the key or simply I took back what's left of me from them.
Most of them don't care enough to come back and knock on my gate.
Yet there are some that took the courage to come back.
Sometimes I would let them stay for a night or two.
It is hard to let them stay forever, because it is the price they have to pay.
They forced me to create boundaries.
But their echoes stay.
Even if those echoes at some nights might turn to hauling wolfs.
And that's the price I have to pay, to enjoy every seconds of those screaming voices.
The ones that stay, and will always be, called themselves true friends.
Even at the worst pain, the worst time, the worst nightmare, they still hang on tight inside.
They preciously make everything precious.
They know how to value every little thing to its right measure.
And I let them stay, even if sometimes they would slap me to wake me up.
Ah but you knew this story already, boy.
Because you have been inside for sometime.
Yet yesterday you put a new hole on the gate.
And played with my heart without realizing the cause of it.
It turned out sometimes you can be such a fool.
Maybe I should have written a manual book of my heart so you'd know.
But you should have known.
You have got this far, you should know it by now.
© frettyaulia, 17.03.2008
March 14, 2008
the sparrow
For at last I have learned to be strong
No! I will have no regrets
For the grief doesn't last
It is gone
And the memories I had
I no longer desire
Both the good and the bad
I have flung in a fire
And I feel in my heart
That the seed has been sown
It is something quite new
No! I will have no regrets
It's the love that is growing for you
March 13, 2008
help!
March 12, 2008
belajar menerima
Baru-baru ini saya belajar ternyata ada alasan untuk pencarian saya yang berujung ke pantai sepi dengan lautan biru. Alias, tidak ada alasan untuk pencarian itu. Alias, yah memang harus begitu. Alias, there is no other way. Mungkin itu menjadi alasan saya mencari pencarian itu. Supaya saya bisa belajar bahwa ada beberapa pencarian dalam dunia ini yang tidak mempunyai alasan. Dan belajar untuk menerima bahwa pada dasarnya tidak ada alasan yang signifikan untuk beberapa hal adalah sesuatu yang baru untuk saya.
© frettyaulia, 12.03.2008
simply ribet!
Perkataan pendeta saya ini cukup membuat saya tertawa. Sinisnya karena perkataan beliau betul. Saya ingat, dulu saya pernah menulis panjang lebar mengapa saya punya kecenderungan mempersulit masalah. Dari terminologi Pak Pendeta, saya jadi terpancing untuk membuat klasifikasi saya sendiri. Bahwa ada orang pandai, dan ada orang yang terbuka. Bukan orang pandai dan orang bodoh. Karena bagi saya karakter kebodohan itu milik mereka yang tidak peduli dan ignorant dengan apapun yang terjadi. Sementara orang terbuka, mereka yang terlalu peduli, terlalu ingin tahu, terlalu terbuka, dan terlalu bisa untuk melihat semua hal dari dua sisi yang berbeda. Orang terbuka belum tentu pandai, tapi orang pandai pasti bukan orang terbuka. Karena orang pandai mempunyai kecenderungan mempermudah masalah. Dan orang terbuka, bagi saya mempunyai nama lain; yaitu orang ribet! Tunggu jangan bantah dulu, ini hanyalah teori saya. Yang berlaku cuma buat saya saja kok.
Anyway, menurut saya orang terbuka, alias orang ribet, alias kompleks, alias "misunderstood", adalah orang-orang yang berani melompat ke berbagai sisi yang berbeda yang sering membuat mereka sendiri bingung. Karena keterbukaan mereka untuk melihat kesegala hal, untuk mempelajari ini dan itu, dan ketertarikan mereka untuk selalu peduli. Tidak bertanya, katanya, pasti akan sesat dijalan. Ah siapa sangka kalau di era sebebas dan seliberal sekarang, ternyata banyak bertanya pun bisa tersesat dijalan. Karena banyak pilihan yang terletak diatas meja, membuat kita menjadi bingung mau memilih yang mana. Sama seperti kalau saya pergi ke Bali. Terlalu banyak hasil kerajinan tangan yang sangat menawan dihati, sehingga ketika ingin membeli jadi bingung mau pilih yang mana. Dan sulit bagi saya, untuk tidak membeli semuanya. Yang akibatnya, uang jadi kandas padahal baru satu hari jalan. Sama mungkin dengan terlalu banyak tahu, atau terlalu liberal, jadinya otaknya jadi kandas. Alias kecapekan. Bahkan lebih gilanya, tidak cuma otak yang kandas, tapi hati terasa lebih sempit. Karena galerinya dan perpustakaannya sudah kepenuhan! Yang bukan masalah dijadikan masalah, simply ribet jadinya!
Lalu bagaimana dong? Kalau kata seseorang ke saya, layaknya mungkin dibutuhkan sebuah filter. Jadi sisi mana yang tidak perlu dilihat atau dikaji, ya dibuang saja. Dan sisi yang perlu dilihat harus dikaji dalam-dalam. Tidak semua nasehat yang masuk itu bisa sesuai dengan apa yang kita percayai. Dan tidak semua kejadian itu menjadi sebuah pertanda bagi kehidupan kita. Dan terutama, tidak semua orang yang harus kita puaskan hatinya. Harus selalu ada pro dan kontra. Dibutuhkan keberanian untuk bisa men-delete sisi-sisi yang tidak diperlukan. Walau terasa sulit sekali melakukan itu. Curiganya itu terasa sulit karena kita terlalu menilai semua hal berharga, sampai ke hal-hal printilan, sehingga rasanya sulit untuk menilai mana yang berharga dan tidak. Karena kacamatanya 3D, pandangan pun jadinya kabur. Sesekali, rasanya perlu melihat banyak hal dari kacamata 2D. Bukan berarti jadinya saklek terhadap semua kemungkinan yang ada. Yah intinya, harus bisa menjadi idealis yang pragmatis. Ya gak?
(hum…kelamaan menulis subjek ini, bisa-bisa saya jadi ribet juga! Karena tergiur untuk bicara lebih banyak lagi…tuh kan belum apa-apa sudah kambuh ribetnya!)
© frettyaulia, 12.03.2008
March 10, 2008
macet, naik ojek, capek deh!
March 8, 2008
i love you period.
Here I am, nervously assuming what are they.
But I have one assumption that closest to the truth.
If that's true, it is going to be harder.
Sigh...all I know is that
I love you.period.
On which I feel, that is more than enough.
frettyaulia, 08.03.2008
*image by IMustBeDead
March 6, 2008
pecahkan saja gelasnya biar ramai!
Salah satu teman saya lagi ribut soal menikah. Ada yang bilang mau menikah kok repot? Menurut saya lah memang repot! Sekali seumur hidup brai!. Dan semua tetek bengek soal "diakah soulmateku" bukanlah masalah sepele. Buat saya masalah menikah itu benar-benar akan menjadi awal kisah hidup saya nanti. Dan tentu itu juga berlaku bagi teman saya ini. Apalagi kami berdua mahluk perempuan yang sudah diujung umur 20an, yang teman-teman lainnya sudah menikah, yang selalu disetiap acara keluarga selalu digeber dengan pertanyaan yang sama; "kapan nikah?" Woi BASI! Sekali-sekali diganti kek pertanyaan. But anyway back to her issue; teman saya ini rada bingung dengan pacarnya sekarang ini. Dia dengan pd-nya ngajak pacarnya nikah. Lebih pd-nya lewat sms pula! Aih dasar wanita gila! Dan ujung-ujungnya pacarnya belum bisa memberikan sebuah "perwakilan" atas kejelasan soal pernikahan itu. Dan itu membuat teman saya ber-gimana dong frettt?! Saya jadi merasa kalau kadang dalam keadaan terjepit, semua manusia jadi tidak tahu musti bagaimana berbicara dan merespon terhadap banyak hal. Yah saya juga begitu, walah apalagi saya. Untuk orang yang sangat penting bagi hidup saya, baik keluarga - sahabat dekat - pacar, saya selalu menjaga perasaan mereka banget. Bahkan kadang saya bisa dengan baik menjaga perasaan mereka dengan mengorbankan perasaan saya sendiri. Saya kutip dari kata pacar saya; "sometimes you are a fake." (weits tajam banget). Yah dia ada benarnya, karena merasa terobligasi menjaga perasaan semua orang, saya ujung-ujungnya berbohong pada diri saya sendiri. Dan berbohong pada diri sendiri itu = munafik. Dan munafik = dosa. Ah memalukan bagi saya yang selalu gembar gembor soal "tak bisa berbohong pada diri sendiri" tapi ternyata secara sadar telah berbohong pada diri sendiri. Sigh...
Setelah saya berbicara dengan teman saya itu, tiba-tiba saya membaca entry blog teman saya yang lain. Dan disitu saya membaca soal kepelikan dia dalam menghadapi semua masalahnya sampai-sampai tidak bisa merespon secara layak atas perasaan dia yang sebenarnya. Saat membaca itu, tiba-tiba saya teringat salah satu lagu favorit saya; Smells Like Teen Spirit. Yang nota bene isinya soal denial - penyangkalan. Memang kadang berbohong untuk kebaikan bisa ditolerir. Dan menyangkal kalau kita baik-baik saja padahal kita lagi sakit hati banget bisa membantu. Ibarat salah satu episode Greys Anatomy yang bercerita tentang seorang dokter anestesi yang senang minum-minum kala kerja - oh well anything that gets through the day. Tetapi entah bagaimana, disaat menulis soal itu, saya tiba-tiba ingat salah satu adegan di film Ada Apa Dengan Cinta (ya saya memang segitunya sama film!). Ketika Mba Dian disitu membacakan puisi di tengah-tengah cafe di sebuah malam didepan lelaki yang ia diam-diam sukai itu. Ada tertulis disitu; "Pecahkan saja gelasnya biar ramai!" Iya, pecahkan saja! Kenapa musti kita menjadi takut untuk bicara apa adanya? Tentu kita adalah manusia-manusia dewasa, yang bukan anak kecil lagi. Tata cara kita berbicara dan menyampaikannya juga harus dengan toto kromonya toh. Tapi itu bukan berarti kita menahan semuanya. Aih gila, kita kan bukan malaikat!. Beranikan untuk berbicara ala kadarnya. Hati pun menjadi lega dan otak pun menjadi lebih gak parno-an.
Saya tahu saya bukan orang yang tepat untuk berbicara bijak, sudah terlalu banyak keparnoan yang ada di otak, dan kadang bukannya melegakan hati saya justru menumpuk-numpuk hal gak penting di hati. Tetapi mungkin anda – para pembaca setia – bisa turut membantu saya menjadi bijak. Di hati terutama.
© frettyaulia, 06.03.2008
March 5, 2008
the studio that cracks me
Ah I miss you, my little girl in me. Maybe it is time for you to haunt me again. So I can relax my late20s side away.
tentang mantan
Adalah salah satu teman lama saya dulu di bangku kuliah, yang pertama kali menyentuh saya akhir-akhir ini soal masalah mantan. Tentunya bukan mantan saya, tetapi mantannya. Yah, pembicaraan dia yang begitu menggelitik bagi saya untuk menulik semua kisah-kisahnya dengan mantannya itu sungguh bisa dijadikan sebuah cerita roman drama serial TV. Bagaimana tidak, seperti yang ia katakan; "I had been with a depressing lover too", telah berhasil membuat saya berhenti dan bertanya banyak soal itu. Mungkin saya berlebihan juga sih, tetapi bagaikan "it was meant to happen" kisahnya telah mengajarkan saya satu dan dua hal. Bahwa kesabaran dan ke"ulet"an itu salah satu kunci berhasilnya sebuah hubungan. Waduh, saya mungkin bisa ulet, tapi untuk sabar..saya memang harus belajar banyak.
Adalah salah satu teman lama saya di padepokan kost saya sewaktu kuliah, sebagai yang kedua menyentuh saya. Mbak yang satu ini pernah terlibat sebuah cinta yang banyak mengubah dirinya secara keseluruhan. Dan itu mempengaruhi cara dia memandang kisah cinta yang ia sedang jalani. Bukan untuk mengumbar inti kisah beliau ini (bisa-bisa saya dihajar habis-habisan oleh beliau!), tapi singkat kata dia tidak mau berada disebuah hubungan hanya karena terbiasa dan hanya karena impulsif. Terbiasa dan kompulsif adalah dua hal yang sangat berbeda. Bayangkan bila kita berada dalam sebuah kisah cinta selama lebih dari 5 tahun. Mungkin kita akan mendapati diri kita bertanya apakah kita menetap dalam hubungan itu karena cinta atau karena terbiasa. Kontradiktif dari itu, bila kita bertemu seseorang yang segitu mudahnya membuat kita "head over heels" dalam waktu sehari, apakah itu terlalu impulsif. Kedua hal ini menjadi sebuah pergolakan besar bagi teman saya. Selain kedua hal itu darinya saya belajar bahwa komunikasi itu segalanya. Setiap manusia mempunyai perbedaan dalam berpersepsi. Cara pandang kita dalam melihat sebuah masalah pasti berbeda-beda. Dan mengkomunikasikan itu membutuhkan lebih dari sekedar waktu. Pengertian dan kemampuan untuk benar-benar "mendengar" bukan hanya menyediakan kuping saja adalah salah satu kuncinya. Terbiasa atau impulsif, cara saya berkomunikasi dan cara saya untuk benar benar mendengar memang perlu diasah.
Lalu adalah teman sekantor saya yang menjadi orang ketiga yang memberikan masukan tentang apa yang dinamakan mantan. Waktu itu, di hari Valentine, dimana semua orang sedang merasakan pipi mereka berseri-seri mendapatkan hadiah manis Valentine, saya dan teman kantor saya mendapati diri kami berkeluh karenanya. Yah, saya juga tidak memaksa sih, tapi apa daya punya pacar yang sibuk sekali dengan pekerjaannya. Dan teman saya, yang sudah menikah ini, menerima hadiah manis dari mantan dan bukan dari suami. Bagi saya mungkin sedikit tidak etis (atau mungkin karena saya mempunyai pengertian yang terlalu saklek soal kesetiaan). Tetapi ini membuat saya bertanya, kemana perginya segala macam roman dan drama dalam sebuah hubungan. Apakah itu memang hanya berlaku di awal-awal hubungan? Bukankah sebaiknya itu selalu ada sampai maut memisahkan? (yah maafkan cara pandang saya yang terlalu putih ini..)
Puncak dari lautan mantan ini adalah sebuah kejadian yang cukup menampar ruang hati saya. Mantan dari pacar saya (bukan mantan pacar saya loh) tiba-tiba kembali meramaikan hidup pacar saya. Wah rasanya gila betul! Waktu benar-benar mengetahuinya langsung dari mulut pacar saya, hati saya benar-benar panas. Saya baru mengetahui ternyata kata ungkapan "hati saya panas" bukan sekedar kiasan. Dan bukan tersirat saja. Karena secara fisik, secara biologis, hati saya benar-benar panas. Cemburu, iya banget. Tetapi cemburu untuk masa lalu. Yang secara sehat akal dan sehat hati, bukanlah sesuatu yang seharusnya perlu untuk dirisaukan. Tapi yah yang namanya manusia, bagaimana bisa saya bersikap baik-baik saja. Munafik banget kaliii jatuhnya. Hari itu, oleh karena marah - sedih dan cemburu, terucap dari bibir saya; I so do not like that bitch!. Yah bukan sesuatu yang patut dibanggakan, dan patut ditulis panjang lebar di blog. Tapi hal memalukan ini cukup mengajarkan saya sebuah harga yang penting. Bahwa "I believe in you" bukan hanya di bibir saja. Saya yang katanya percaya pada pacar saya, seharusnya memang percaya padanya. Kepercayaan sudah diberi. Jangan ditarik lagi hanya karena kita ragu. Di saat ini saya baru benar-benar mengerti arti kiasan "to let go". Menyerahkan kepercayaan bukan lagi untuk dipertanyakan dilain hari. Menyerahkan kepercayaan memang benar-benar percaya. Tentu saja ini bukan berarti kita tidak aktif dan menjadi pasif, seperti kata salah satu teman baik saya.
"It takes two to tango" Kata standard yang artinya lebih dari standard.
Ah...memang aneh bila saya ingat kembali mengapa semua hal ini bisa terjadi beruntun. Tapi saya belajar bahwa masa lalu, beserta antek-anteknya, akan selalu hadir dalam kehidupan kita yang sekarang. Begitu juga yang sekarang akan meramaikan kehidupan yang akan datang.
I t ' s u n a v o i d a b l e.
Ibarat kita meminta pelangi, yah harus ada hujan dulu dan segala gemuruh petirnya. Ada yang harus dibayar untuk mendapatkan sesuatu yang kita perjuangkan. Dan dalam kisah klasik percintaan siapapun di dunia ini, tentang mantan termasuk didalamnya. Tergantung dari bagaimana cara kita dan partner kita menyingkapinya.
© frettyaulia, 05.03.2008