March 5, 2008

tentang mantan

Akhir-akhir ini rasanya saya selalu dikelilingi oleh persoalan tentang mantan. You know, the ex of our opposite sex. Si manusia yang dulu pernah melingkupi kehidupan kita. Atau mereka yang pernah pacar kita cintai. Ironis sekali bagi saya karena kejadian yang menyangkut masalah mantan ini bisa terjadi beruntun dalam kehidupan saya. Dan lebih anehnya, teman-teman terdekat saya ternyata juga dikelilingi hidupnya oleh masalah mantan. Cerita-cerita mereka yang sedikit banyak mempengaruhi kisah saya dengan yang namanya mantan ini adalah inti dari entry blog ini.

Adalah salah satu teman lama saya dulu di bangku kuliah, yang pertama kali menyentuh saya akhir-akhir ini soal masalah mantan. Tentunya bukan mantan saya, tetapi mantannya. Yah, pembicaraan dia yang begitu menggelitik bagi saya untuk menulik semua kisah-kisahnya dengan mantannya itu sungguh bisa dijadikan sebuah cerita roman drama serial TV. Bagaimana tidak, seperti yang ia katakan; "I had been with a depressing lover too", telah berhasil membuat saya berhenti dan bertanya banyak soal itu. Mungkin saya berlebihan juga sih, tetapi bagaikan "it was meant to happen" kisahnya telah mengajarkan saya satu dan dua hal. Bahwa kesabaran dan ke"ulet"an itu salah satu kunci berhasilnya sebuah hubungan. Waduh, saya mungkin bisa ulet, tapi untuk sabar..saya memang harus belajar banyak.

Adalah salah satu teman lama saya di padepokan kost saya sewaktu kuliah, sebagai yang kedua menyentuh saya. Mbak yang satu ini pernah terlibat sebuah cinta yang banyak mengubah dirinya secara keseluruhan. Dan itu mempengaruhi cara dia memandang kisah cinta yang ia sedang jalani. Bukan untuk mengumbar inti kisah beliau ini (bisa-bisa saya dihajar habis-habisan oleh beliau!), tapi singkat kata dia tidak mau berada disebuah hubungan hanya karena terbiasa dan hanya karena impulsif. Terbiasa dan kompulsif adalah dua hal yang sangat berbeda. Bayangkan bila kita berada dalam sebuah kisah cinta selama lebih dari 5 tahun. Mungkin kita akan mendapati diri kita bertanya apakah kita menetap dalam hubungan itu karena cinta atau karena terbiasa. Kontradiktif dari itu, bila kita bertemu seseorang yang segitu mudahnya membuat kita "head over heels" dalam waktu sehari, apakah itu terlalu impulsif. Kedua hal ini menjadi sebuah pergolakan besar bagi teman saya. Selain kedua hal itu darinya saya belajar bahwa komunikasi itu segalanya. Setiap manusia mempunyai perbedaan dalam berpersepsi. Cara pandang kita dalam melihat sebuah masalah pasti berbeda-beda. Dan mengkomunikasikan itu membutuhkan lebih dari sekedar waktu. Pengertian dan kemampuan untuk benar-benar "mendengar" bukan hanya menyediakan kuping saja adalah salah satu kuncinya. Terbiasa atau impulsif, cara saya berkomunikasi dan cara saya untuk benar benar mendengar memang perlu diasah.

Lalu adalah teman sekantor saya yang menjadi orang ketiga yang memberikan masukan tentang apa yang dinamakan mantan. Waktu itu, di hari Valentine, dimana semua orang sedang merasakan pipi mereka berseri-seri mendapatkan hadiah manis Valentine, saya dan teman kantor saya mendapati diri kami berkeluh karenanya. Yah, saya juga tidak memaksa sih, tapi apa daya punya pacar yang sibuk sekali dengan pekerjaannya. Dan teman saya, yang sudah menikah ini, menerima hadiah manis dari mantan dan bukan dari suami. Bagi saya mungkin sedikit tidak etis (atau mungkin karena saya mempunyai pengertian yang terlalu saklek soal kesetiaan). Tetapi ini membuat saya bertanya, kemana perginya segala macam roman dan drama dalam sebuah hubungan. Apakah itu memang hanya berlaku di awal-awal hubungan? Bukankah sebaiknya itu selalu ada sampai maut memisahkan? (yah maafkan cara pandang saya yang terlalu putih ini..)

Puncak dari lautan mantan ini adalah sebuah kejadian yang cukup menampar ruang hati saya. Mantan dari pacar saya (bukan mantan pacar saya loh) tiba-tiba kembali meramaikan hidup pacar saya. Wah rasanya gila betul! Waktu benar-benar mengetahuinya langsung dari mulut pacar saya, hati saya benar-benar panas. Saya baru mengetahui ternyata kata ungkapan "hati saya panas" bukan sekedar kiasan. Dan bukan tersirat saja. Karena secara fisik, secara biologis, hati saya benar-benar panas. Cemburu, iya banget. Tetapi cemburu untuk masa lalu. Yang secara sehat akal dan sehat hati, bukanlah sesuatu yang seharusnya perlu untuk dirisaukan. Tapi yah yang namanya manusia, bagaimana bisa saya bersikap baik-baik saja. Munafik banget kaliii jatuhnya. Hari itu, oleh karena marah - sedih dan cemburu, terucap dari bibir saya; I so do not like that bitch!. Yah bukan sesuatu yang patut dibanggakan, dan patut ditulis panjang lebar di blog. Tapi hal memalukan ini cukup mengajarkan saya sebuah harga yang penting. Bahwa "I believe in you" bukan hanya di bibir saja. Saya yang katanya percaya pada pacar saya, seharusnya memang percaya padanya. Kepercayaan sudah diberi. Jangan ditarik lagi hanya karena kita ragu. Di saat ini saya baru benar-benar mengerti arti kiasan "to let go". Menyerahkan kepercayaan bukan lagi untuk dipertanyakan dilain hari. Menyerahkan kepercayaan memang benar-benar percaya. Tentu saja ini bukan berarti kita tidak aktif dan menjadi pasif, seperti kata salah satu teman baik saya.

"It takes two to tango" Kata standard yang artinya lebih dari standard.

Ah...memang aneh bila saya ingat kembali mengapa semua hal ini bisa terjadi beruntun. Tapi saya belajar bahwa masa lalu, beserta antek-anteknya, akan selalu hadir dalam kehidupan kita yang sekarang. Begitu juga yang sekarang akan meramaikan kehidupan yang akan datang.

I t ' s u n a v o i d a b l e.

Ibarat kita meminta pelangi, yah harus ada hujan dulu dan segala gemuruh petirnya. Ada yang harus dibayar untuk mendapatkan sesuatu yang kita perjuangkan. Dan dalam kisah klasik percintaan siapapun di dunia ini, tentang mantan termasuk didalamnya. Tergantung dari bagaimana cara kita dan partner kita menyingkapinya.

© frettyaulia, 05.03.2008

2 c o m m e n t s:

Anonymous said...

Membicarakan mantan memang tidak ada habisnya...suka atau tidak...it will always become a part of his/my life. Terkadang salah satu situasi yang sulit adalah mendengar kebenaran tentang mantannya...selalu ada dua pilihan, memilih untuk tidak mendengar dan mengurangi rasa sakit yang didapat dengan resiko rasa gundah, penasaran yang tidak menentu ATAU mendengar kebenaran yang akan menyakitkan dan mungkin saja bisa berakhir dengan rasa "menerima" atau bahkan "kesalahpahaman". Kedua pilihan itu selalu ada di kepala saya. Bahkan pada saat cheap drunk bercerita mengenai situasi yang terjadi dengan mantan dari pacarnya...hal itu selalu memenuhi kepala saya yang kecil ini. Tapi seiring waktu...semakin kita bisa memahami bahwa life is not always smooth...nothing is perfect...it depends on how you value things...

cheapdrunk said...

hum mba anonim...saya memilih untuk tahu dan berakhir dengan rasa menerima..phew..